AP Photo/Nick Ut

JAKARTA | ACEHKITA.COM — Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia menuntut agar pemerintah segera membebaskan dua jurnalis Inggris, Neil Richard George Bonner dan Rebecca Bernadette Margaret Prosser, yang ditangkap tim Reaksi Cepat TNI Angkatan Laut Batam, pada 29 Mei lalu. Keduanya kini ditahan pihak Imigrasi. Penahanan ini, menurut AJI, terlalu berlebihan.

“Tidak ada alasan untuk menahan apalagi memidanakan dua jurnalis karena ketidaklengkapan administrasi. Proses hukum yang dilakukan pihak Imigrasi sangat berlebihan. AJI menuntut pemerintah agar segera membebaskan Neil dan Rebbeca,” kata Suwarjono, Ketua Umum AJI Indonesia, Selasa (18/8/2015) di Jakarta.

Suwarjono mengaku heran dengan upaya pemerintah menyeret keduanya ke kasus pidana. Padahal sesuai UU Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian, pelanggaran Pasal 75 dan Pasal 122, yakni penyalahgunaan izin masuk ke Indonesia untuk melakukan kegiatan jurnalistik di daerah Selat Malaka adalah pelanggaran administratif. “Seharusnya pihak imigrasi segera memproses, dan memulangkan kedua jurnalis itu ke negaranya (deportasi),” kata dia.

Langkah pihak Imigrasi dengan menahan kedua jurnalis, Suwarjono menambahkan, hanya menambah kesan buruk Indonesia sebagai negara yang membatasi kerja jurnalis dan menciderai kebebasan pers di Indonesia. Padahal Presiden Joko Widodo telah bertekad membuka akses jurnalis asing di seluruh Indonesia. Baik di wilayah konflik maupun wilayah lainnya di seluruh Indonesia.

“Mana komitmen Presiden yang berjanji akan membuka akses jurnalis asing. Langkah pihak Imigrasi bertentangan dengan pernyataan Presiden, apabila masih menahan jurnalis asing karena kesalahan administrasi. Informasi yang kami peroleh, kedua jurnalis sudah mengajukan visa ke kedutaan Indonesia di Inggris, namun tidak ada jawaban,” kata Suwarjono.

Neil Richard George Bonner (31) dan Rebecca Bernadette Margaret Prosser (30) ditangkap Jumat (29/5/2015) lalu bersama 11 orang lain oleh tim Reaksi Cepat TNI Angkatan Laut Batam yang terdiri dari pasukan Lantamal IV Tanjungpinang, Lanal Batam, dan Batalyon Marinir 10 SBY. Saat itu, Neil dan Rebecca sedang melakukan aktivitas pembuatan film dokumenter bertema perampokan di Selat Malaka. Keduanya diduga menyalahgunakan izin, dan melakukan aktivitas pembuatan film dokumenter secara ilegal.

Informasi yang didapatkan AJI Batam menyebutkan, Neil dan Rebecca masih berstatus tahanan Imigrasi Batam dan ditahan di Swiss Hotel, Batam. Berkas pemeriksaan keduanya masih dalam proses penyerahan ke Kejaksaan Negeri Batam.

Ketua Bidang Advokasi AJI Indonesia, Iman D. Nugroho menjelaskan Neil dan Rebecca, adalah dua jurnalis yang bekerja untuk rumah produksi Wall to Wall Limited, London, Inggris. Seluruh film yang diproduksi akan ditayangkan di National Geographic (NG). “Berdasarkan informasi dari Internasional Federation Journalist (IFJ) Asia Pacific, kedua orang ini adalah anggota National Union of Journalist, Inggris.” katanya.

Lebih jauh Iman menjelaskan, aktivitas jurnalistik berupa pembuatan film dokumenter ini dilakukan karena izin visa jurnalis yang dimohon keduanya pada 16 dan 17 April 2015 tidak direspon Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) London. “Hal ini membuktikan, proses pengurusan visi jurnalis yang sempat disorot AJI berjalan dengan lambat dan dipersulit, masih saja terjadi,” katanya.

Meski belum memiliki kelengkapan administrasi saat melakukan riset sebelum shooting, tambahnya, tidak lantas membuat aktivitas jurnalistik tanpa izin Neil dan Rebecca ditindak pidana. “Segera diproses administratif, kembalikan seluruh alat-alat jurnalistik yang disita dan dipulangkan, bila memang dinyatakan bersalah. Jangan dipersulit,” kata Iman.

Dalam catatan AJI Indonesia, sebelum kasus Neil dan Rebecca, Pemerintah RI juga menangkap dua jurnalis asal Prancis, Thomas Dandois (40) dan Valentine Bourrat (29) di Wamena, Papua. Keduanya ditetapkan sebagai tersangka pelanggaran keimigrasian dan akhirnya dideportasi ke Perancis. []

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.