Wednesday, April 24, 2024
spot_img

Buku Merekam Jejak Demokrasi Aceh Diluncurkan

BANDA ACEH | ACEHKITA.COM — Gerakan Antikorupsi (Gerak) Aceh meluncurkan buku yang memotret jejak demokrasi Aceh pada masa transisi setelah Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka berdamai pada 2005. Buku ini memaparkan fakta yang terjadi pada masa darurat militer, perundingan Jenewa, Helsinki, dan dua pilkada pada masa transisi.

Buku yang berjudul “Merekam Jejak Demokrasi Aceh” itu ditulis oleh Askhalani (Koordinator Gerak Aceh), Isra Safril (staf Gerak), Muhammad Hamzah (wartawan Suara Pembaruan), dan Mukhtaruddin Yacob (wartawan SCTV/kolumnis).

“Merekam Jejak Demokrasi Aceh” diluncurkan di Hermes Palace Hotel Banda Aceh, Kamis (30/8). Hadir pada peluncuran itu, M. Nur Djuli (perunding Gerakan Aceh Merdeka) dan sejumlah mitra Gerak. Buku ini ikut dibedah oleh Munawar Liza Zainal (tim support group dari GAM pada perundingan Helsinki) dan Yarmen Dinamika (Redaktur Pelaksana Serambi Indonesia).

Yarmen menyampaikan sejumlah kritikan terhadap buku tersebut. Menurutnya, judul buku “Merekam Jejak Demokrasi Aceh” menjebak pembaca. “Ketika membaca judul buku ini, saya berekspektasi isinya tentang demokrasi Aceh secara keseluruhan,” kata Yarmen. “Tapi ternyata hanya dalam kurun waktu tahun 2000 hingga 2012.”

Selain itu, ia juga menyampaikan kritikan terhadap kesalahan penulisan ejaan, karakter. Seharusnya, kata Yarmen, tak boleh ada kesalahan sekecil apa pun dalam menulis sebuah buku.

Munawar Liza Zainal, pembedah lainnya, menyambut baik kehadiran buku yang memotret kondisi kekinian Aceh. Apalagi banyak informasi –baik baru maupun kejadian lama– yang dituliskan dalam buku tersebut.

Bekas Walikota Sabang itu yang terlibat dalam proses perundingan Helsinki, membuka kotak pandora perundingan tersebut. Menurutnya, perundingan hampir saja gagal setelah kedua belah pihak tidak mencapai kata sepakat tentang partai-partai politik lokal.

Bahkan, menurut Munawar Liza, pimpinan GAM Malik Mahmud sempat meminta delegasi untuk bersiap-siap kembali ke Swedia, markas GAM di pengasingan. “Kajeut tatoup keude,” kata Malik seperti ditirukan Munawar Liza.

Di tengah persiapan mereka membungkus koper, tiba-tiba penasehat politik GAM dari Australia, Damien Kingsbury, mengusulkan agar kembali menemui perunding dari Pemerintah Indonesia. “Om Nu (M. Nur Djuli) lalu turun ke lantai satu, tempat perunding Indonesia, dan bertemu dengan Hamid Awaluddin,” kisah Munawar Liza.

Apa yang terjadi selanjutnya? Ketua Tim Perunding Indonesia Hamid Awaluddin bersama Sofyan Djalil mengetuk pintu basecamp perunding GAM. Munawar Liza mengaku terkejut ketika melihat Hamid dan Sofyan Djalil berada di depan pintu ruangan mereka.

“Mereka kemudian dipersilakan masuk dan berbicara dengan pimpinan GAM,” kata dia. “Setelah pembicaraan itu, kedua belah pihak menyepakati adanya partai-partai politik lokal di Aceh.”

Cerita Munawar Liza ini juga dikemas dalam buku setebal 135 halaman tersebut. Selain cerita soal perundingan Helsinki, buku ini merangkum pelbagai kejadian yang terjadi di Aceh dalam kurun waktu tahun 2000 hingga 2012. Di antara kejadian penting di Aceh yang terekam adalah perundingan Jenewa yang melahirkan Jeda Kemanusiaan dan Cessation of Hostilities Agreement, darurat militer, perundingan Helsinki, fase pilkada 2006, dan terakhir adalah pilkada 2012 yang fenomenal. []

Redaksi
Redaksihttp://www.acehkita.com
ACEHKITA.COM hadir sejak 19 Juli 2003. Kami bisa dihubungi via @acehkita, redaksi[at]acehkita[dot]com

Baca Tulisan Lainnya

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Stay Connected

0FansLike
21,903FollowersFollow
24,500SubscribersSubscribe
- Advertisement -

TERBARU