Friday, April 19, 2024
spot_img

CITIZEN | Welcome Ramadan!

UCAPAN selamat menunaikan ibadah puasa terlihat di mana-mana. Beragam bentuk dan bermacam modelnya. Dari baliho sampai spanduk dan bahkan selebaran dalam bentuk imsakiyah.

Umumnya mengucapkan marhaban yaa Ramadhan, selamat menunaikan ibadah puasa 1432 Hijriyah.

Ya, pantas karena Ramadan telah tiba. Terhitung 1 Agustus 2011 umat muslim akan menjalani puasa selama sebulan penuh.

Bagi umat muslim di Aceh, rasanya ucapan serupa itu memang sangat banyak di Ramadan kali ini. Kebetulan, Aceh menjelang pesta demokrasi pemilihan kepala daerah yang dijadwalkan pada November mendatang.

Meskipun banyak, rasanya tak ada yang mengucapkan “Selamat Datang Ramadan”, “Ramadan Katroh Teuka, “Welcome Ramadan” di ucapan-ucapan yang terpampang di tempat-tempat publik. Kenapa Marhaban yaa Ramadhan yang umumnya digunakan sebagai ucapan yang dipasang di pingir jalan-jalan. Tanya kenapa? Saya tidak akan menjawabnya. Biar empunya ucapan itu yang akan menjawabnya.

Menurut saya, mau welcome Ramadan, Ramadan katroh teuka, dan selamat datang Ramadan, sama saja dengan Marhaban yaa Ramadhan. Yang membuatnya berbeda cuma bahasa. Marhaban bahasa Arab, sedangkan yang lainnya bukan bahasa Arab.

Semestinya dalam konteks lokal ke-Aceh-an, penggunaan bahasa Aceh dan mungkin bahasa Indonesia juga akan mengena di hati publik. Apalagi demi tujuan politis. Maunya perbedaan harus menjadi pertimbangan. Karena biasanya sesuatu tampil beda justru akan membekas di hati orang banyak.

Kalau orientasi politik, setidaknya bisa belajar kepada sosok Irwandi-Nazar yang dalam Pilkada 2006 mereka tampil berbeda dari calon-calon lain. Mereka memakai pakaian adat Aceh di tengah umumnya calon lain memakai peci. Nah, setidaknya berbeda itu harus menjadi pilihan juga dalam mengucapkan selamat berpuasa!

Kesannya sesuatu yang sudah biasa itulah yang menjadi pilihan kita. Dan dari kasus yang bisa dibilang kecil inilah sehingga kita pun masih terkesan sekali masih ikut-ikutan. Turun-temurun. Masa dalam berpolitik masih menerapkan sesuatu yang sifatnya turun-temurun.

Memang titik aman terkadang menjadi pilihan utama, tidak mau berisiko. Berlaku layaknya sesuatu yang umum salah satu caranya. Sedangkan tampil beda ada dua kemungkinan; bisa positif dan juga bisa negatif.

Namun demikian, para elite politik harus berkomitmen untuk tidak mengganggu ibadah puasa. Rakyat harus bebas dari politik kotor Anda sekalian setidaknya selama sebulan penuh berpuasa. Meski berpolitik tidak dilarang selama Ramadan, namun jangan nodai indahnya Ramadan.

Bulan Ramadan adalah bulan penuh berkah. Lalu akankah kita mendapat keberkahan itu? Semoga meski menjelang Pilkada, suasana damainya Ramadan tidak diperkeruh akibat memanasnya suhu politik. Niscaya kita semua akan memperoleh keberkahan Ramadan. Amin.

[Mahasiswa, berdomisili di Banda Aceh]

Redaksi
Redaksihttp://www.acehkita.com
ACEHKITA.COM hadir sejak 19 Juli 2003. Kami bisa dihubungi via @acehkita, redaksi[at]acehkita[dot]com

Baca Tulisan Lainnya

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Stay Connected

0FansLike
21,903FollowersFollow
24,400SubscribersSubscribe
- Advertisement -

TERBARU