Friday, April 26, 2024
spot_img

Delegasi Myanmar Belajar Perdamaian ke Aceh

BANDA ACEH | ACEHKITA.COM – 10 delegasi Joint Ceasefire Monitoring Committe (JMC) Myanmar belajar penyelesaian konflik dan perdamaian di Aceh. Selama di Aceh, mereka mengikuti berbagai pelatihan proses perdamaian yang diselenggarakan oleh Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Yangon.

Selama dua hari, 24-25 Juli 2019, delegasi Myanmar yang dipimpin oleh U Ko Ko Gyi, Vice Chairperson of JMC Union, mengikuti pelatihan bertema “Training On Peace Process”. Selama 2 hari itu peserta akan berdiskusi bersama narasumber dari Aceh yang sarat pengalaman tentang konflik dan perdamaian. Peserta juga akan mengunjungi tempat pemberdayaan ekonomi mantan kombatan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) serta berkunjung ke Wali Nanggroe Aceh, Malik Mahmud Al Haytar.

Dalam siaran pers Humas Setda Aceh disebutkan, kegiatan tersebut bertujuan untuk memperkuat hubungan dan kerja sama bilateral kedua negara serta memperkuat peran Indonesia dalam mendukung rekonsiliasi nasional dan proses perdamaian di Myanmar.

Staf Ahli Gubernur Aceh Bidang Pemerintahan Hukum dan Politik, Rahmat Fitri, menyatakan perdamaian di Aceh bisa menjadi model penyelesaian konflik yang terjadi di berbagai negara di belahan dunia. Hal tersebut, kata Rahmat, terbukti dari banyaknya utusan berbagai negara yang datang ke Aceh guna mempelajari proses perdamaian.

“Bahkan tidak sedikit pula para peneliti menjadikan Aceh sebagai laboratorium untuk mempelajari konflik dan perdamaian,” ujar Rahmat saat menghadiri pembukaan “Training On Peace Process” di Banda Aceh, Rabu (24/7).

Meskipun demikian, kata Rahmat, keberhasilan perdamaian di Aceh belum seutuhnya selesai. Masih banyak tantangan yang terus dihadapi, seperti masalah politis, sosial maupun finansial. Oleh sebab itu, kata dia, pihaknya akan terus memperkuat pemahaman masyarakat tentang makna perdamaian.

“Dengan memahami makna inti perdamaian, kita berharap Aceh terus berkembang menjadi daerah makmur dengan kesejahteraan masyarakat yang lebih baik,” kata dia.

Rahmat menuturkan pembangunan perdamaian lebih berorientasi kepada upaya membuat pondasi semakin kondusif agar pembangunan berjalan lebih baik lagi. Karena tujuannya kepada pembangunan, sambung dia, maka semangat memperkuat perdamaian juga terkait dengan kepatuhan terhadap hukum, pemberdayaan ekonomi, dan menciptakan iklim investasi yang sehat.

“Oleh karena itu, sejalan dengan Training On Peace Process yang kita laksanakan ini, saya berharap fokus utamanya menitik beratkan pada penguatan perdamaian untuk pembangunan,” sebutnya.

Sementara itu, Duta Besar RI untuk Myanmar, Iza Fadri, mengatakan sebagai negara sahabat dan juga negara yang sudah berpengalaman menyelesaikan konflik, maka Indonesia memiliki peran dalam mendukung rekonsiliasi nasional dan proses perdamaian di Myanmar.

Training On Peace Proses, kata Iza, bertujuan untuk menyediakan platform peningkatan kapasitas di bidang negosiasi proses perdamaian, resolusi konflik, dan program rekonstruksi pascakonflik. Pelatihan itu, sambung dia, juga merupakan bagian dari upaya Indonesia dalam membantu penyelesaian isu di Rakhine State serta daerah lainnya seperti Kachin State, Chin Satate, dan Shan State yang terus menerus dilanda konflik.

Iza mengatakan, proses perdamaian di Aceh telah menjadi kisah sukses dan dapat jadi pembelajaran bagi negara lain. “Sejak penandatanganan Nota Kesepahaman tersebut, semua pihak terus membangun kerja sama yang konstruktif untuk perdamaian berkelanjutan di Aceh. Sebagai model yang baik bagi resolusi konflik, proses perdamaian di Aceh menawarkan pelajaran yang sangat berharga bagi negara yang terkena dampak konflik, termasuk Myanmar,” ujarnya.[]

Baca Tulisan Lainnya

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Stay Connected

0FansLike
21,903FollowersFollow
24,500SubscribersSubscribe
- Advertisement -

TERBARU