Saturday, April 20, 2024
spot_img

DPRA Sahkan Qanun Wali Nanggroe

BANDA ACEH | ACEHKITA.COM — Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) telah mengesahkan Rancangan Qanun Lembaga Wali Nanggroe menjadi qanun Aceh bersama tiga rancangan qanun lainnya pada sidang paripurna yang berlangsung di gedung DPRA, Banda Aceh, Jumat (2/11).

Demo menolak pengesahan Qanun Lembaga Wali Nanggroe. | Agus Setyadi/ACEHKITA.COM
Empat rancangan qanun yang disahkan dalam rapat paripurna tadi adalah Qanun Dana Abadi Pendidikan, Qanun Perkebunan, Qanun Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Aceh, dan Qanun Lembaga Wali Nanggroe.

Wakil Ketua DPRA, Amir Helmi, mengatakan, terbentuknya Qanun Wali Nanggroe sebagai salah satu bentuk kekhususan Aceh, harus mampu melahirkan nilai tambah dalam pengelolaan kehidupan kemasyarakatan baru, menghadapi dampak negatif dari era globalisasi yang kini sedang berlangsung.

“Lembaga Wali Nanggroe beserta perangkat dan lembaga adat memiliki kewibawaan subtansial, harus menjadi kekuatan alternatif dalam menyelesaikan berbagai masalah kemasyarakatan ketika kekuasaan formal tidak mampu melakukannya,” kata Amir Helmi dalam sambutannya.

Amir Helmi berharap, keberadaan lembawa wali nanggroe harus mampu memperkuat dan menyempurnakan kekurangan kepemimpinan pemerintah formal, guna mewujudkan Aceh baru yang maju dan modern.

“Namun tetap berpijak pada nilai-nilai luhur yng tumbuh dan berkembang dalam masyarakat,” jelasnya.

Selain itu, ia juga berharap dengan adanya qanun ini, wali nanggroe dapat menjadi pemersatu yang independen dan berwibawa serta bermartabat.

“Kami mengharapkan agar wali nanggroe juga dapat membina keagungan dinul Islam, kemakmuran rakyat, keadilan dan perdamaian,” pungkasnya.

Lembaga Wali Nanggroe dibentuk sebagai bagian dari kesepakatan damai antara Gerakan Aceh Merdeka dengan Pemerintah Indonesia, 15 Agustus 2005 lalu di Helsinki, Finlandia. Ketentuan ini kemudian dituangkan dalam Undang-undang No 11/2006 tentang Pemerintahan Aceh.

Qanun Wali Nanggroe sempat disahkan oleh parlemen Aceh pada medio 2009 lalu. Namun urung diterapkan karena tidak mendapat persetujuan dari Gubernur kala itu Irwandi Yusuf.

Dalam qanun ini, wali nanggroe merupakan pemimpin adat. Di antara tugasnya adalah mengukuhkan parlemen Aceh dan kepala Pemerintahan Aceh secara adat, memberikan pandangan, arahan, dan nasehat kepada eksekutif dan legislatif.

Wali nanggroe akan diisi oleh orang Aceh yang dapat berbahasa Aceh dengan fasih dan baik. Syarat ini menimbulkan kontroversi. Aksi protes terhadap klausul ini datang dari mahasiswa dataran tinggi Gayo. Mereka menilai qanun ini diskriminatif, karena menutup peluang suku lain selain suku Aceh untuk terlibat dalam lembaga wali nanggroe. []

Redaksi
Redaksihttp://www.acehkita.com
ACEHKITA.COM hadir sejak 19 Juli 2003. Kami bisa dihubungi via @acehkita, redaksi[at]acehkita[dot]com

Baca Tulisan Lainnya

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Stay Connected

0FansLike
21,903FollowersFollow
24,400SubscribersSubscribe
- Advertisement -

TERBARU