Thursday, April 25, 2024
spot_img

ESAI | One Child One Tree

SUHU bumi belakangan ini kian ekstrem saja. Sulit memprediksi kapan cuaca panas dan dingin berbagi tempat. Musim kemarau kacau balau, belum lagi musim hujan yang terkadang di luar perkiraan. Mungkin ini pertanda bumi sudah mulai bosan pada ulah manusia.

Kondisi yang tak bersahabat ini, bukan saja membuat sesak orang dewasa, para bayi baru lahir juga lebih tersiksa lagi. Karena itu, ada sebuah warkah saya persembahkan kepada para bayi yang lahir suci: dengan asa agar pesan beraroma petuah bisa membentengi hati mereka.

Marhaban para buah hati. Inilah dunia. Jangan bersedih bila di sini cuaca tak menentu. Suhu bumi juga selalu aneh saban waktu. Kadangkala cuaca dingin selepas hujan, lain kali malah panas sekali. Atau bahkan dalam waktu tertentu bisa saja terjadi berbarengan.

Suhu udara yang tak menentu, sudah lazim di sini. Karena memang bumi tak lagi muda. Usia dunia sudah renta. Karena itu, cuaca panas dan dingin bisa merambat seketika, seperti kamu buang air saja. Kata orang itu akibat global warming. Bahasa lain dari pemanasan global.

Itu terjadi bukan akibat kelahiranmu. Makanya jangan bersedih, mungkin itu sudah hukum alam. Memang, saat kamu lahir, sebatang rokok kemudian, hujan turun mengguyur kepenatan.

Sejuk dan dingin bergantian. Besoknya, cuaca berubah lagi. Panas. Dan kamu menangis.

Kamu juga sudah merasa, bumi ini memang sangat panas. Panas juga dengan segala urusan, termasuk urusan politik yang selalu bikin kondisi daerah pelik. Tapi, kamu lupakan saja urusan kekuasaan dengan ragam kepentingan. Urusan kita adalah bagaimana meniti hidup sesuai tuntunan Ilahi.

Karena itu, kamu jangan takut kelaparan. Sebab di negeri ini seperti kata Koes Plus–kayu dan batu jadi tanaman. Terbukti, hasil bumi melimpah ruah, meski penduduknya hidup susah. Kamu hidup di negeri bahari, banyak ikan di laut sana, walau adakalanya, harga setinggi puncak Seulawah.

Bukan hanya di laut, di darat pun sungguh dahsyat. Sebagai daerah agriaris, negeri ini cukup pangan untuk menghidupi penduduknya. Tapi kamu jangan heran, bila beras pun harus diimpor dari Vietnam dan Thailand. Sebab sawah dan ladang di sini tidak lagi hijau dengan padi dan palawija. Semua sudah berganti dengan tumbuhan ‘batu-bata’.

Tapi kamu jangan kalut. Untuk menghidupi pendatang baru sepertimu, segala upaya dilakukan para orang tua. Meski kadangkala, ada orang yang khilaf dan terpaksa mencuri demi sesuap nasi serta sekaleng susu.

Pohon Kehidupan

Kondisi bumi yang ‘babak belur’ dengan cuaca makin tak teratur, sebenarnya bisa teratasi bila semua orang bersahabat dengan alam. Oleh sebab itu, satu pesan saya, bila kamu sudah tumbuh dewasa, jangan merusak hutan dan jangan pula mencemari lingkungan dengan segala hal.

Untuk bekal hidupmu kelak, saya hanya bisa mewarisimu dengan lima batang pohon. Pohon itu kami tanam sehari setelah kamu lahir. Semoga saja ini menjadi tradisi bagi para orang tua di kemudian hari. Setiap menyambut kelahiran anak (bayi), minimal ada satu batang pohon yang tumbuh bersemi.

Kenapa pohon? Itulah pohon kehidupan. Bila kamu kepanasan, bisa berteduh di bawah cabang yang rindang. Selain pohon yang mampu membuat rumahmu rindang, ada pula pohon-pohon lain yang semuanya bermanfaat bagi kehidupan.

Kecuali bisa menyerap karbondioksida, dia juga memberi banyak guna untuk kehidupanmu kelak. Seiring dengan pertumbuhan usiamu, kamu akan bisa merasakan manfaatnya tatkala mulai beranjak dewasa.

Tapi kamu jangan lupa menyiram dan memberi pupuk agar dia tak mati dan lapuk. Harus kamu sirami saban hari dan merawat sepenuh hati. Jangan seperti orang-orang yang hanya menanam pohon, saat ada untungnya saja dalam banyak acara seremoni.

Contohnya, saat mendapat proyek penanaman seribu pohon. Program itu sebenarnya bagus, tapi sayang dia tidak berkesinambungan. Bahkan terkadang tak pernah disiram, sehingga mati kepanasan. Kalau hujanlah, pohon-pohon itu bisa ‘mandi’ dengan riang, selebihnya wallahua’lam.

Kamu jangan mencontohi mereka, yang cuma menjual isu penghijauan demi beraneka kepentingan. Padahal kita butuh ketulusan serta sebukit pengorbanan demi menghijaukan kembali bumi kita yang kadung gersang.

Untuk lima batang pohon yang kami tanam, jangan kamu khawatirkan. Sebab untuk merawat dia tak menunggu turun hujan. Pagi dan sore dia selalu kami sirami. Juga kami taburi dengan pupuk kasih sayang seperti banyak orang tua menyayangi sepenuh hati anaknya.

Karena itu, kamu jangan melihat lima batang pohon itu cuma sebagai usaha mainan. Sebab dibalik itu, lima pohon tersebut juga sebagai pertanda. Ya, itulah symbol kehidupan yang jangan kamu lupakan sepanjang hidup.

Ada lima perkara yang wajib kamu anuti, sebagai bekal hidupmu dikemudian hari. Lima perkara itu tinggal kamu ingat saja, bahwa rukun Islam ada lima perkara. Agama kita juga menganjarkan umatnya sebagai khalifah di muka bumi untuk menjaga alam dan tak membuat kemungkaran, termasuk mungkar terhadap lat batat kaye batee.

Pesan endatu ini harus kamu turuti meski dalam berbagai kondisi. Jangan sekali-kali kamu ingkari. Sebab merawat alam dan menjaga lingkungan juga bermaafkan bagi kamu dan kehidupanmu di masa mendatang.

Semoga kamu tak pernah ragu dengan pesan itu. Yakinlah, waktu yang akan membungkus pesan ini untuk kamu pahami di kemudian hari. Jika ini benar, kamu sebarkan kepada semua orang, agar setiap satu bayi yang lahir menaman sebatang pohon. Barangkali dengan slogan one child one tree, belasan tahun kemudian bumi akan hijau.

Bayangkan saja, jika setiap keluarga yang berbunga-bunga menyambut kelahiran bayinya, lalu menanam sebatang pohon. Tentu hutan akan rindang, bumi tak lagi gersang, hidupmu pun tak selalu kepanasan. Ya, hitung-hitung berbakti kepada alam untuk menembus dosa para kakek dan nenek kita yang barangkali dulu juga ikut menebang sembarangan.

Mulai sekarang, kamu jangan menyesali terlahir di bumi ini, kendati suhu sudah tak menentu. Walau sawah sering kering kerontang dan ladang terus gersang. Meski hutan ditebang berganti tambang, tapi, masih ada sebungkus asa, kamu jangan turuti cara ‘gila’ mereka merusak alam.

Selama langit masih biru, dan laut terus bergelombang, selama itu pula kamu bisa hidup tanpa harus mengeruk isi bumi. Meski masih ada sedikit sisa hutan buat kehidupan, itu wajib terus di jaga dengan segala daya, agar suatu saat hidupmu sejahtera. [a]

MUNAWARDI ISMAIL, wartawan Harian Waspada di Banda Aceh.

Redaksi
Redaksihttp://www.acehkita.com
ACEHKITA.COM hadir sejak 19 Juli 2003. Kami bisa dihubungi via @acehkita, redaksi[at]acehkita[dot]com

Baca Tulisan Lainnya

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Stay Connected

0FansLike
21,903FollowersFollow
24,500SubscribersSubscribe
- Advertisement -

TERBARU