Pemasangan GPS pada gajah jinak. | Dok. BKSDA Aceh

BANDA ACEH | ACEHKITA.COM – Badan Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh berencana memasang kalung GPS (GPS Collar) untuk memantau pergerakan gajah liar di Aceh. Hal ini dilakukan menyusul meningkatnya gangguan gajah di permukiman penduduk dalam beberapa bulan terakhir,

Rencana pemasangan kalung GPS itu diwacanakan setelah tim BKSDA berada di Kabupaten Bener Meriah untuk melakukan penanganan konflik gajah liar yang menyebabkan jatuhnya korban ibu rumah tangga bulan lalu.  

Kepala BKSDA Aceh Genman Hasibuan menyebutkan, pihaknya sudah bersepakat dengan Pemkab Bener Meriah untuk menangani konflik gajah ini secara komprehensif sehingga tak berulang.

Gayung bersambut, permintaan bupati Bener Meriah tersebut dijawab Kepala BKSDA Aceh dengan serangkaian rekomendasi yang langsung ditindaklanjuti termasuk di dalamnya kebutuhan untuk memasangkan kalung GPS (GPS collar) kepada perwakilan individu pada populasi gajah liar di wilayah tersebut.

“Pemasangan GPS collar ini untuk memonitor pergerakan kelompok-kelompok gajah tersebut dan menjadi bagian dari sistem peringatan dini,” kata Genman dalam siaran pers yang diterima acehkita.com, Sabtu (21/2/2015).

Pemasangan GPS tersebut juga untuk mengonfirmasi basis wilayah (homerange) masing-masing populasi dan pola penggunakan bentang alam sehingga menjadi dasar bagi upaya pengelolaan habitat di masa depan. GPS collar yang dipasangkan ini merupakan kerjasama antara BKSDA dan  Pusat Kajian Satwa Liar-FKH Unsyiah.

Selain itu, Pemkab dan BKSDA juga merekomendasikan pemasangan barrier buatan (artificial barrier) berupa galian parit pada lokasi-lokasi tertentu dengan tujuan menyambungkan barrier alami.

Pemerintah Bener Meriah sigap dengan menindaklanjuti pembuatan barrier sesaat setelah tim BKSDA berhasil mengeluarkan kawanan gajah liar dari kawasan budidaya masyarkat. “Saat ini penggalian parit pembatas masih dilanjutkan untuk beberpapa titik yang dibutuhkan,” ujar Genman.

Selain dua hal tadi, BKSDA dan Pemerintah Bener Meriah bersepakat untuk membentuk tim CRU (unit respons konservasi) yang akan dilengkapi dengan gajah jinak dan staf terlatih. “Ini langkah untuk melakukan penyuluhan tentang arti penting keanekaragaan hayati dan pola interaksi antara kegiatan perekonomian terhadap risiko berkonflik dengan satwa liar,” kata Genman. []

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.