Suparta Arz/ACEHKITA.COM

DOMPU | ACEHKITA.COM — Usia mereka masih belia. Meski tak saling kenal, mereka saling bersenda dan bercengkrama. Mereka tak berasal dari satu kampung. Di ajang pacuan kudalah mereka sering ketemu.

Sudah beberapa hari belakangan, mereka berkumpul di Lembah Karya, sebuah arena pacuan kuda di Kabupaten Dompu, Nusa Tenggara Barat. Mereka adalah joki cilik yang dikontrak beberapa pemilik kuda pacuan.

Joki ini berpacu di atas kuda tanpa pelana. Cara mereka menunggang, satu tangan memegang erat rambut kuda, satuya lagi memegang pecutan.

Para joki cilik berpakaian kaos lengan panjang, celana karet, kaos kaki, dan sebo. Hanya sebagain yang menggunakan helm, sebagai pelindung kepala. Helm motor ukuran anak-anak.

Joki cilik ini berasal dari pelbagai pelosok di Sumbawa. “Kadang mereka, juga menjadi joki kuda milik orangtuanya, tapi umumnya menjadi joki kontrak,” ungkap Udin Arsyat (53), seorang pemilik kuda.

Pemilik kuda pacu di sini, umumnya pengusaha dan pejabat daerah.

Menurut Udin, usia para joki maksimal 8 tahun. Seorang joki bisa menunggangi lebih dari lima kuda, di kelas yang berbeda. “Kelasnya ditentukan berdasarkan usia, tinggi, dan besar kuda.”

Tak ada kesan persaingan antarjoki cilik ini. Usai melakukan kewajiban menunggang, mereka kembali sibuk bermain dan jajan layaknya anak-anak seusia.

Menjadi joki, sudah diperkenalkan orangtuanya sejak mereka sudah mahir berlari. Umumnya mereka dari keluarga peternak kuda. Menjadi penunggang kuda tanpa pelana bukannya tanpa risiko. Syahril misalnya, anggota badan sebelah kanannya kini lumpuh. “Dia terjatuh saat sedang berlatih dengan ayahnya, saat itu usianya masih lima tahun,” kata ibunya.

Sementara kembarannya Syahrul, sampai kini, di usianya tujuh tahun, masih menjadi Joki. Namun jika Syahrul bertanding, didampingi ibunya Syahril selalu ikut menyaksikan.

Balapan kuda di Sumbawa merupakan agenda rutin. Bagi peternak, ajang tersebut untuk mendongkrak harga kuda. Sementara bagi pengusaha atau pejabat pemilik kuda, ajang tersebut merupakan gengsi menjadi siempunya kuda terbaik.

Joki cilik ini juga tidak mengerti, kelihaian mereka dipunggung kuda jadi ajang taruhan bagi sebagian penonton. Tiap kuda, tiap joki ada yang memasang harga. Bahkan secara terang-terangan di pinggir arena.

Joki cilik tak hanya ditemukan di Dompu, di Indonesia wilayah Timur sana. Di dataran tinggi Gayo: Aceh Tengah dan Bener Meriah, ajang balap kuda juga mengandalkan joki cilik –juga tanpa pelana. Mereka juga kadang menjadi penunggang kuda pengusaha dan pejabat, selain kuda milik orangtua atau kerabatnya. []

TEKS & FOTO: SUPARTA ARZ/ACEHKITA.COM

Suparta Arz (@ucokparta) berada di Nusa Tenggara Barat dalam Ekspedisi Indonesia Biru bersama Dandhy Dwi Laksono (@dandhy_laksono). Mereka berangkat dari Pondok Gede, Bekasi, pada 1 Januari 2015. Selama setahun ini, mereka akan mengunjungi pelbagai daerah di Indonesia –termasuk Aceh yang diperkirakan pada Oktober atau November, dan akan kembali ke Jakarta pada sore 31 Desember 2015.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.