YOGYAKARTA | ACEHKITA.COM – Mengenang 10 tahun terbunuhnya wartawan Harian Bernas Jogja, Fuad Muhamad Syafrudin alias Udin, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Yogyakarta, Pers Mahasiswa (Persma) Se-DIY, komunitas Street Art Yogyakarta dan Koalisi Masyarakat untuk Udin (K@MU) menggelar aksi diam dan mural, Minggu (16/8).

Aksi diam digelar di depan Gedung Agung atau Istana Presiden. Aksi yang digelar tanggal 16 setiap bulannya itu sudah dimulai Koalisi Masyarakat untuk Udin sejak 2014. Aksi ini digelar setiap tanggal 16 karena bertepatan dengan hari meninggalnya Udin pada 16 Agustus 1996.

Aksi diakhiri dengan pemukulan kentongan 19 kali sebagai tanda sudah 19 tahun kasus pembunuhan Udin belum tuntas diusut. Setelah aksi selesai, massa akan bergerak ke Jembatan Kewek, Jogja. Di sini, sejumlah komunitas street art Jogja akan mengabadikan kasus Udin ke dalam media mural.

Andrew Lumban Gaol dari Anti Tank, seorang anggota komunitas street art Jogja mengatakan, mural bertema “Tuntaskan Kasus Udin”, berisi ilustrasi halaman depan surat kabar bernama “Suluh Udin”. Surat kabar ilustrasi itu memuat judul “19 Tahun Kasus Pembunuhan Udin Tidak Diungkap”.

Dalam mural itu, seniman menampilkan potongan artikel berita yang pernah ditulis almarhum Udin. Berita-berita itu menjadi pengingat, bahwa Udin diduga dianiaya hingga tewas karena beritanya.

“Lewat karya mural ini kita berharap publik bisa mengingat kembali akan adanya ketidakberesan yang terus dipelihara selama puluhan tahun dan hingga kini masih saja dipelihara. Kami ingin publik bangkit dan mendesak pihak berwajib agar serius menuntaskan kasus ini,” ujar Andrew.

Dia menambahkan, keterlibatan seniman dalam kampanye Udin merupakan sikap dan peran pelaku seni terhadap upaya penegakkan hak asasi manusia (HAM).

Dugaan selama ini, kematian Udin tak sekadar kriminalitas biasa namun diduga kuat terkait pelanggaran HAM, karena aktivitas jurnalistiknya saat itu banyak mengkritik kebijakan-kebijakan pemerintah.

Menurut Andrew, pembungkaman kebebasan pers seperti kematian Udin adalah ancaman bagi semua pihak. Sebab publik punya hak atas informasi dan pemberitaan.

Ketua AJI Yogyakarta Hendrawan Setiawan mengatakan, kematian Udin diduga kuat karena beritanya. Semasa hidupnya, Udin aktif menulis berita terkait isu-isu korupsi di lingkungan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bantul yang kala itu dipimpin Bupati Sri Roso Sudarmo. Kepolisian selaku aparat penegak hukum harusnya bertindak cepat menuntaskan kasus ini.

Dalam kasus pembunuhan Udin, polisi belum mampu mengungkap siapa pelakunya dan itu sudah berlangsung selama 19 tahun. “Polisi yang profesional pasti bisa menuntaskan kasus ini. Kalau tidak bisa, biar publik yang menilainya sendiri,” kata Hendrawan.

Dia melanjutkan, ketika tahun lalu Kepolisian Daerah (Polda) DIY mengatakan kasus ini tidak akan daluwarsa, sudah seyogyanya polisi bertindak nyata untuk menyelidiki dari awal dan membawa perkara ini ke pengadilan.

“Polisi selalu menjadi teman bicara dan pendengar yang baik ketika mendapat masukan dari masyarakat soal kasus ini. Tapi polisi belum tampak sebagai aparat hukum yang baik bila belum membuka tabir misteri pembunuhan Udin,” paparnya.

Pada peringatan 19 tahun kematian Udin, AJI dan Koalisi Masyarakat untuk Udin mendesak dua hal. Pertama, polisi segera menuntaskan proses hukum kasus Udin. Kedua, meminta Presiden RI Joko Widodo angkat bicara terhadap penyelesaian kasus ini, mengingat begitu luasnya perhatian publik akan kematian Udin.

Selain itu, penyelesaian kasus Udin diyakini bakal menjadi preseden baik untuk mencegah berulangnya kasus kematian yang menimpa jurnalis akibat menjalankan tugas jurnalistik. Sebaliknya, bila negara membiarkan kasus ini gelap, maka ancaman terhadap kebebasan pers akan dianggap sebagai hal biasa. []

RILIS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.