Suwarjono (kedua dari kiri) bersama kandidat ketua umum dan sekretaris jenderal pada pemilihan di Kongres IX AJI Indonesia di Bukittinggi, Sumatera Barat, Ahad (30/11/2014) dinihari. | Radzie/ACEHKITA.COM

JAKARTA | ACEHKITA.COM — Kongres IX di Bukittinggi, Sumatera Barat, menjadi babakan baru bagi Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia. Kongres yang berakhir 29 November lalu menghasilkan keputusan krusial dengan dibolehkannya jurnalis warga menjadi anggota AJI.

Kongres IX AJI Indonesia mengubah anggaran dasar dan anggaran rumah tangga, selain memilih ketua umum dan sekretaris jenderal yang baru — duet Suwarjono dan Arfi Bambani memimpin AJI Indonesia periode 2014-2017.

Setelah belasan tahun hanya mengakomodasi keanggotaan hanya terbuka bagi jurnalis profesional yang bekerja di media berbadan hukum, AJI kini bisa menerima keanggotaan jurnalis warga yang menerbitkan karyanya bukan di pers nasional yang berbadan hukum.

“AJI kembali ke khittahnya seperti saat 20 tahun lalu, di mana ada sejumlah jurnalis pemberani yang menerbitkan Suara Independen, tanpa izin terbit, tanpa badan hukum jelas sebagai penerbit, nyaris seperti blogger atau jurnalis warga lakukan hari ini demi menyampaikan kebenaran,” kata Ketua Umum AJI Indonesia, Suwarjono.

Suwarjono menyatakan, entitas jurnalis warga ini tak tercakup dalam Undang-Undang No 40 Tahun 1999 tentang Pers, namun AJI melakukan terobosan dengan mengakomodasi mereka. AJI memperlakukan jurnalis warga laiknya jurnalis yang bekerja di media pers arus utama, dengan persyaratannya adalah melakukan kegiatan jurnalisme secara teratur dan tentu saja melakukannya dengan standar dan etika jurnalistik.

“Dengan mereka bergabung ke AJI, kami bisa memberikan pemahaman kode etik jurnalistik, bekerja berdasarkan prinsip-prinsip jurnalistik,” kata Suwarjono yang biasa dipanggil Jono.

AJI melihat penguatan posisi jurnalis warga adalah konsekuensi dari perkembangan pesat era new media, di mana opini publik dibentuk tidak hanya oleh media arus utama, namun juga langsung oleh publik. AJI mendorong warga menjadi komunitas melek media, memperbanyak alternatif berita bagi publik, bukan hanya menerima berita yang disuguhkan dari redaksi-redaksi media besar nasional yang umumnya bagian dari selusin pemilik. Namun, berita-berita dari publik tersebut harus memenuhi standar kode etik jurnalistik, sehingga tetap bisa dipertanggungjawabkan. []

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.