Tuesday, March 19, 2024
spot_img

Konflik Gajah dan Manusia yang Tak Berkesudahan di Pidie

BANDA ACEH | ACEHKITA.COM – Konflik antara gajah liar dan manusia telah terjadi di Kabupaten Pidie sejak Desember 2015. Konflik ini terparah terjadi di empat kecamatan: Keumala, Mila, Sakti, dan Tangse.

Konflik yang seakan tak ada solusi untuk mengakhirinya ini bukan hanya menyebabkan petani merugi setelah areal persawahan dan perkebunan mereka diobrak-abrik gajah, tetapi sejumlah warga turut menjadi korban setelah diseruduk gajah.

Di lain sisi, beberapa ekor gajah liar ditemukan mati karena perburuan. Pada 30 November 2016, di kawasan Guha Rimueng Gle Barat, Desa Jijiem Kecamatan Keumala, Pidie, satu bangkai gajah ditemukan. Kondisinya tinggal tengkorak dan tulang belulang yang berserakan di lokasi.

Anggota Ranger Keumala, Kausar, saat itu mengatakan, kematian gajah diduga kuat disebabkan oleh perburuan untuk diambil gadingnya. Hal ini diketahui dari tulang tengkorak yang terdapat tiga bekas lobang diduga terjangan peluru. Selain itu, juga adanya bekas gergaji di bagian depan tengkorak tempat gading tumbuh.

Sebelum bangkai gajah yang diduga diburu itu ditemukan, pada Kamis 28 Januari 2016, Muhammad Diah, 50 tahun, warga Desa Cot Nuran, Keumala, diseruduk gajah liar. Dia mengalami luka memar di dada dan bagian paha.

Pada dua pekan lalu, warga Riweuek, Kecamatan Sakti, Pidie, merekam puluhan gajah liar yang tengah berada di jalanan berbatu yang tidak jauh dari permukiman warga. Video ini menyebar cepat di media sosial.

Sebelumnya, pada Minggu, 4 November 2018, tiga ekor gajah liar turun ke Desa Leupu, Kecamatan Geumpang, Pidie. Gajah liar ini melintasi sebuah tempat pengajian. Anak-anak yang tengah belajar mengaji pingsan melihat satwa dilindungi ini.

Konflik satwa dilindungi dengan manusia nyatanya belum berakhir. Pada Rabu sore, 14 November 2018, Kamaruddin (55) warga Desa Pulo Ie, Beungga, Pidie, harus diboyong ke rumah sakit setelah diinjak gajah liar saat pulang dari kebun. Dia mengalami luka memar di bagian perut dan tubuhnya kini tak bisa bergerak.

Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh, Sapto Aji Probowo mengatakan, konflik satwa liar ini terjadi akibat terjadi perusakan kawasan hutan. Seperti adanya terjadi penebangan liar, fragmentasi habitat seperti pembukaan jalan dan juga merusak kawasan hutan dan selanjutnya adalah perburuan.

“Sering konflik satwa, di kawasan hutan itu karena ada penebangan liar, bila hutan rusak, maka bisa terjadi konflik,” kata Sapto, kepada wartawan, Rabu (14/11/2018).

Kata Sapto, setiap melakukan patroli selalu menemukan puluhan jerat yang dipasang oleh pemburu. Meskipun jerat yang dipasang itu kadangkala bukan menjerat gajah atau satwa lain. Akan tetapi berakibat terjerat satwa yang dilindungi itu. []

Baca Tulisan Lainnya

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Stay Connected

0FansLike
21,903FollowersFollow
24,400SubscribersSubscribe
- Advertisement -

TERBARU