Wednesday, April 24, 2024
spot_img

Kopassus Diduga Terlibat Pelanggaran HAM di Rumoh Geudong

JAKARTA | ACEHKITA.COM – Komisi Nasional Hak Asasi Manusia menyatakan memiliki bukti bahwa anggota Komando Pasukan Khusus (Kopassus), TNI Angkatan Darat, diduga ikut menyiksa warga sipil dalam peristiwa Rumoh Geudong di Desa Bilie Aron, Kecamatan Glumpang Tiga, Pidie,  selama digelar operasi militer 1989-1998 di Aceh.

Komnas HAM melakukan penyelidikan kasus dugaan pelanggaran HAM berat di Rumoh Geudong, Aceh, semenjak 2013 sampai Agustus lalu.

“Di situ ada operasi SGI (Satuan Gabungan Intelijen) yang memang kebanyakan adalah anggota Kopassus,” kata Choirul Anam, komisioner Komnas HAM dan ketua tim adhoc penyelidikan pelanggaran HAM di Aceh, dalam jumpa pers di Komnas HAM, Kamis (06/09), Jakarta, seperti dilansir BBC Indonesia.

Temuan Komnas HAM juga menyimpulkan, peristiwa Rumoh Geudong memiliki bukti permulaan yang cukup atas dugaan terjadinya kejahatan terhadap kemanusiaan.

Dari keterangan saksi dan dokumen, tim adhoc penyelidikan kasus ini juga menyimpulkan bahwa kasus kekerasan terhadap penduduk sipil ini sebagai pelaksanaan dari kebijakan penguasa pada masa itu.

Baca: Rumoh Geudong dan Jejak Penyiksaan

Selain Komandan dan anggota Kopassus, menurut Komnas HAM, Komandan dan anggota Baret Hijau dan Brimob dapat dimintai pertanggungjawaban dalam kasus Rumah Geudong.

Disebutkan pula bahwa pihak sipil, seperti tenaga pembantu operasional atau cuak, ketua regu pos kamling dan keuchik Gampong Ulee Tutue dapat dimintai pertanggungjawaban.

Komnas HAM juga menyebut bahwa kasus Rumoh Geudong dan Pos Sattis lainnya di Aceh merupakan sebuah peristiwa pelanggaran HAM berat.

“Jadi kami menemukan sekian pola bahwa itu (kasus Rumoh Geudong) lahir dari sebuah kebijakan,” ungkap Choirul.

Dia kemudian memberikan contoh yang menunjukkan bahwa kekerasan di Rumoh Geudong itu lahir dari kebijakan pemerintahan Suharto.

“Misalnya kayak Rumah Geudong, Pos Sattis itu didirikan di banyak tempat dan satu sama lain ternyata nyambung. Pos sattis ini juga nyambung dengan Komando Teritorial,” kata dia.

Bahkan pada beberapa korban wajib lapor setelah diperiksa dan macam-macam tanpa proses peradilan apapun. Karena itulah, Komnas HAM kemudian meminta agar Kejaksaan Agung segera menindaklanjuti temuannya ini.

“Kami berharap segera diajukan ke pengadilan sebagaimana yang ditetapkan dalam UU nomor 26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM,” kata Ketua Komnas HAM, Ahmad Taufan Damanik dalam jumpa pers di Kantor Komnas HAM, Kamis (06/09) siang.

Laporan ini, menurut Komnas HAM, sudah diserahkan ke Kejaksaan Agung pada Rabu, 29 Agustus lalu.

Baca: Rumoh Geudong, Jejak Pilu Konflik Aceh

Selain Komandan Kopassus, menurut Choirul Anam, pihak yang diduga bertanggungjawab dalam kejadian kekerasan di Rumah Geudong adalah Panglima TNI, Brimob, Pangdam Bukit Barisan, serta Komandan Jaring Merah, hingga satuan TNI AD di bawahnya.

“Di dalam pelaksanaan DOM, pemerintah Indonesia melalui Panglima ABRI memutuskan untuk melaksanakan Operasi Jaring Merah yang menjadikan Korem 011/Lilawangsa sebagai pusat komando lapangan,” ungkap Choirul.

Dari keterangan 65 orang saksi, demikian Komnas HAM, mereka menemukan bukti permulaan yang cukup atau dugaan terjadinya kejahatan terhadap kemanusiaan, mulai disetrum, disundut rokok, digantung, serta dipaksa berhubungan badan.

Baca: Taloe Ingatan Rumoh Geudong

Komnas HAM dan para pegiat HAM sejak awal sudah menuntut pemerintah Indonesia untuk menindaklanjuti dugaan pelanggaran HAM berat di Aceh, diantaranya kasus Rumah Geudong.

Tim Pencari Fakta Komnas HAM yang dipimpin Otto Nur Abdullah pada 2013 lalu mengeluarkan hasil penyelidikannya pelanggaran HAM berat masa lalu di Aceh. Pada kasus Rumoh Geudong tim menemukan data di Kabupaten Pidie terjadi 3.504 kasus korban operasi militer.

Dari sejumlah data itu tercatat jumlah orang hilang sebanyak 168 kasus, meninggal 378 kasus, perkosaan 14 kasus, cacat berat 193 kasus, cacat sedang 210 kasus, cacat ringan 359 kasus, janda 1.298 kasus, stress/trauma 178 kasus, rumah dibakar 223 kasus, dan rumah dirusak 47 kasus. Kerugian materil pun mencapai Rp 4,2 miliar.

Saat itu Otto menyebut bahwa Komnas HAM masih kesulitan untuk meminta keterangan dari pihak militer terkait kasus tersebut. Otto mengungkapkan, pihak militer yang diduga terlibat takut menemui Komnas.

“Yang saya bilang komandan operasi itu sudah pensiun. Ada juga komandan itu yang sekarang di masa tuanya sakit, ada yang kena parkinson, dan rata-rata yang berindikasi pelaku pelanggaran ham berat itu sakit. Itu mungkin hukuman Tuhan, kita tidak tahu. Tapi sampai sekarang umumnya dari militer itu tidak akomodatif,” kata Otto saat itu. []

Baca Tulisan Lainnya

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Stay Connected

0FansLike
21,903FollowersFollow
24,500SubscribersSubscribe
- Advertisement -

TERBARU