Tuesday, March 19, 2024
spot_img

Leumang, Kudapan Lezat Saat Berbuka

M Yakub tampak sibuk membolak-balikkan puluhan bambu buluh. Bambu muda yang telah terisi ketan itu disusun rapi di perapian.

Meski sudah mengenakan sarung tangan putih, dia masih harus memakai tang penjepit untuk mengatur posisi bambu.

“Kita hanya menjualnya saat bulan puasa saja. Karena di luar bulan Ramadan tidak banyak permintaannya,” ujar Yakub, saat acehkita.com menyambanginya Kamis, 17 Mei 2018. Dia meneruskan usaha orangtuanya membuat makanan khas Aceh: leumang.

Yakub mengolah dan menjual leumang atau lemang di Jalan Syiah Kuala, Desa Lamdingin, Kecamatan Kuta Alam, Banda Aceh. Leumang yang dibuat oleh Yakub menggunakan tiga bahan utama, yaitu beras ketan putih, ketan hitam, dan ubi.

Proses pembuatan leumang tergolong mudah, sekaligus susah. Bahan utamanya yang mudah ditemui, tapi sedikit susah pada saat mengolahnya menjadi kudapan yang lezat.

Hal pertama yang dilakukan saat membuat leumang adalah menyediakan bumbu buluh hijau muda. Kemudian, tiga bahan utama tadi dibungkus dengan daun pisang muda.

Setelahnya, daun pisang muda yang telah terisi tadi dimasukkan ke dalam bambu buluh. Terakhir, bambu diletakkan diperapian. Untuk dapat mencicipinya butuh waktu empat jam hingga leumang sempurna matang.

Di Aceh, leumang hanya ditemui di bulan Ramadan sebagai penganan untuk berbuka puasa.

Makanan khas Melayu ini, ternyata tidak hanya ada di Aceh. Namun, Suku Dayak Iban, di Kalimantan, memakan leumang dengan lauk daging seperti kari ayam saat perayaan pesta panen pada hari Gawai.

Begitu juga di wilayah Manado. Di sana, leumang dibuat dalam bentuk tapai. Nah, maka tidak heran jika leumang dapat ditemukan di hampir seluruh penjuru Nusantara. Walaupun bentuk dan cara memakannya yang berbeda.

Foto oleh Sabarun/acehkitacom.

“Setiap puasa saya membeli lemang untuk jadi menu berbuka puasa nanti,” kata warga Panteriek, Ampon Wan. Pria 57 tahun itu sengaja datang ke tempat pengolahan Leumang milik Yakub di Lamdingin.

Bagi Ampon Wan, lemang sudah menjadi menu tradisi berbuka baginya di setiap masuknya bulan suci Ramadan.

“Sudah kecanduan rasanya menyantap lemang. Kalau berbuka puasa tanpa lemang ada yang kurang rasanya,” ujar dia.

Dia memesan lemang untuk anaknya yang bertugas sebagai pramugari Cathay, penerbangan Hongkong.

“Kebetulan anak saya di sini (Banda Aceh), makanya dia meminta dibelikan lemang,” tutur dia.

Mengapa sengaja datang ke tempat pengolahan leumang di Lamdingin? “Kalau yang ini beda rasanya. Habis kita makan, terkesan selalu. Sehingga saya kalau bulan puasa, tiap hario beli lemang di tempat ini,” jawab Ampon Wan.

Foto oleh Sabarun/acehkitacom.

M Yakub terus mengamati bambu buluh di  perapian. Sebentar saja ditinggal, maka kematangan leumang akan berbeda. Bulan puasa, permintaan leumang lebih banyak.

“Kadang-kadang tidak mencukupi lemang yang kita olah,” tutur dia.

Dalam sehari, Yakub menghabiskan sekitar dua sak beras ketan putih serta hitam. Setiap saknya 25 Kg. “Yang terjual 120 batang bambu per hari, sesuai stok yang tersedia.”

Harga leumang perbatang bambunya berkisar mulai Rp30 ribu hingga Rp100 ribu. “Itu tergantung ukurannya. Kalau eceran kita menjualnya mulai dari Rp5.000 sampai Rp20 ribu per potongnya,” tutur Yakub. []

SABARUN

Baca Tulisan Lainnya

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Stay Connected

0FansLike
21,903FollowersFollow
24,400SubscribersSubscribe
- Advertisement -

TERBARU