city.samondeo.com

MENGAWALI liburan musim panas dengan mengunjungi pelbagai tempat bersejarah dan tempat wisata sangat menyenangkan. Pada awal pekan Agustus lalu, saya tertarik mengunjungi kamp Tanzura atau lebih dikenal dalam bahasa arab “Tajuura”. Di kamp ini, kurang lebih pada tahun 1986 hingga tahun 1989, 800-an anggota Gerakan Aceh Merdeka yang pernah latihan di Al Matsabah Tajura ini untuk menentukan nasib sendiri.

Terletak 10 kilometer dari kota Tripoli dan berada di pinggir laut, kamp Tanzura adalah salah satu kamp pelatihan militer yang diperuntukkan bagi negara Islam yang ingin merdeka dan diperuntukkan bagi kelompok yang tertindas. Almarhum  Muammar Khadaffi menyebutnya “pelatihan untuk orang orang tertindas dan terzalimi di negaranya”.

Dibangun padal awal tahun 1976, kamp ini dahulunya hanya digunakan sebagai tempat latihan para militer Libya. Namun dengan berjalannya waktu dan melihat banyak negara muslim yang tertindas, Muammar Khadaffi mengubah kamp ini untuk militer bagi  kelompok yang tertindas di negaranya. Dana yang digunakan ketika melatih militer ini dari anggaran belanja resmi Libya dan merupakan bantuan resmi untuk orang orang yang terzalimi di negaranya.

Jufriadi
Jufriadi

Selain Aceh, pelatihan militer ini juga diikuti oleh pejuang-pejuang dari Pattani (Thailand), Moro (Filipina), Organisasi Pembebasan Palastina (PLO ), dan sayap militer perjuangan Irlandia (IRA). Ada juga dari Amerika latin dan banyak dari negera-negara Afrika pecahan dari Perancis. Banyak teman kampus saya yang berasal dari Pattani (Thailand) dan Moro (Filipna) yang masih berjuang untuk menentukan nasib sendiri alias memisahkan diri dari negara induk. Berbagi cerita tentang pelatihan militer di Libya, salah satunya Ukasyah, mahasiswa akhir di International Islamic Call College Tripoli Libya merupakan panglima besar bangsa Moro yang sedang menuntut ilmu agama di Tripoli bersama istrinya, dan beberapa teman dari Pattani lainnya yang berbagi kisah pilu yang mereka rasakan di negeri mereka sendiri.

Sederet kenangan indah yang saya rasakan dan rasa haru ketika berada di sini mengingat sosok almarhum Dr. Tengku Hasan Muhammad di Tiro, B.S.M.A.,Ph,D.,LL.D. (proklamator Aceh Merdeka), menurut beberapa tokoh Libya yang saya temui, bahwa almarhum sangat dekat dengan dengan Muammar Khadaffi  sehingga dipercaya sebagai ketua Maktabah Al Islami, sebuah lembaga nonstruktual di Libya

Selain itu Tgk Hasan juga didaulat menjadi  President Committee peserta pelatihan militer , membawahi peserta-peserta dari negara lain sehingga tingkat kepercayaan untuk Tgk Hasan sangat tinggi. Beginilah negosisasi yang dilakukan Tgk Hasan yang sangat ramah sehingga mendapatkan kepercayaan yang besar dari Muammar Khadaffi. Kalau Indonesia kiblat militernya Amerika, maka Aceh kiblat militernya adalah Libya.

Ada suasana baru yang berubah seketika saya berada di kawasan Kamp Tanzura ini, setelah revolusi Libya di tahun 2011, kamp yang tandus dahulunya tempat latihan militer sekarang sudah menjadi pantai wisata islami yang sangat indah. Apabila bisa kita aplikasikan pantai wisata islami ini di Tanoh Endatu Aceh Darussalam dengan memisahkan tempat permandian muda dan mudi dan tempat permandian bagi yang berwisata dengan keluarga, sehingga selalu tercipta Serambi Mekkah yang  islami dengan wisata yang berstruktural dan bernuansa  islami.

Selain berubah menjadi pantai wisata, tepat di depan  Kamp Tanzura ini juga sudah dibangun bandara ‘Mitiga’ salah satu bandara terbesar setelah bandara Tripoli Libya. Dan beberapa gedung mewah yang sedang dibagun di samping pantai atas kerja samanya dengan Turki.

Alangkah indahnya Libya di masa Muammar Khadaffi. Saya berharap ada generasi-generasi seperti Muammar Khadaffi ke depannya, pemimpin yang dicintai warganya dan disegani oleh negara lain, dan setiap tahun mendapat pajak bulanan dari negara Italia yang menjajahnya dulu, walau terjadi pro dan kontra. Masyarakat Libya sendiri sangat damai ketika hidup di masa pemerintahannya. Kamp Tanzura yang sudah berubah drastis menjadi tempat wisata dan bandara ini pun menjadi perjalanan terindah musim panas saya tahun ini, karena memori ingatan saya mengingatkan kepada masa lalu Aceh. [c]

JUFRIADI, alumni Ma’had Ruhul Islam Anak Bangsa, Aceh Besar. Staf pengajar di Universitas Sumatera Utara

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.