Thursday, April 25, 2024
spot_img

OPINI | Surga Perokok

TEROBOSAN Pemerintah Kota Banda Aceh memberlakukan Kawasan Tanpa Rokok pada 27 Desember 2011 kemarin pantas disambut baik. Meskipun untuk sekelas kota, Banda Aceh terlambat beberapa langkah. Sebab, sebelumnya DKI Jakarta dan Yogyakarta telah menerapkan peraturan serupa. Paling tidak, langkah ini menjadi awal kembalinya hak warga yang tidak merokok dari akibat paparan asap rokok.

Namun, ketentuan yang dituangkan dalam Peraturan Walikota No. 47/2011 masih berpeluang dikangkangi. Karena kekuatan PW butuh dukungan para stake holder lainnya. Dibutuhkan qanun untuk memayungi peraturan ini. Jika tidak, masih ada celah-celah untuk mengabaikan termasuk persoalan iklan rokok.

Pemerintah Indonesia sendiri belum serius dengan persoalan rokok. Sebuah berita di Kompas, Sabtu (28/05) melansir soal iklan rokok. Budi Sampurna, Kepala Biro Hukum dan Organisasi Kementerian Kesehatan RI menyatakan pelarangan iklan rokok terkendala UU Pers dan UU Penyiaran.

Pernyataan Budi –mewakili pemerintah– tentu ada benarnya. Namun, di balik simpulan Budi ada masalah lain yang harus dikaji. Karena masalah rokok di Indonesia bukan sekadar iklan di media massa, baik penyiaran atau cetak, tapi konsumsi rokok yang super bebas mesti dikaji pemerintah.

Rokok dengan segala wujudnya telah merasuk seluruh sendi kehidupan. Bukan saja kalangan orang tua dan remaja, tapi juga anak-anak usia sekolah dasar yang nyaris luput dari perhatian pemerintah dan masyarakat. Mereka bukan sekadar perokok pasif, tapi jadi perokok aktif ketika beranjak usia sekolah menengah pertama. Kuncinya sekarang ada pada pemerintah

Pemerintah memang perlu berbuat sesuatu untuk menyelamatkan rakyatnya dari bahaya rokok kendati harus kehilangan Rp 63 triliyun per tahun dari cukai rokok. Apalagi, sejumlah negara telah meratifikasi UU anti tembakau untuk mereduksi pemakaian tembakau dan zat adiktif di negaranya. Jika tidak, Indonesia akan dikucilkan kendati saat ini duduk kepada ketua ASEAN.

Kebebasan merokok dan perilaku merokok menyebabkan jumlah perokok terus meningkat. Sekitar 65 juta dari 235 juta penduduk Indonesia sebagai perokok aktif. Belum lagi hitungan perokok pasif yang umumnya para generasi muda dan kaum pelajar.

Bunuh Diri
Rokok bukan saja konsumsi mereka yang dewasa atau remaja, tapi juga anak-anak. Anak usia sekolah dasar sudah terbiasa dengan rokok. Bahkan, mereka tak segan meminta orang lain untuk membakar rokoknya. Kalau pun dilarang, mereka dengan santai berkilah bahwa merokok untuk menghilangkan masalah. Merokok telah merambah ke semua lapisan masyarakat dan jenjang usia. Jumlahnya makin bertambah seiring pengaruh iklan rokok yang membohongi publik.

Anak usia sekolah yang sebelumnya perokok pasif, malah jadi perokok aktif. Bukan hal tabu, ketika melihat siswa sekolah santai menikmati rokok saat menuju ke sekolah. Bahkan tanpa merasa bersalah, mereka mengepulkan asap rokok di depan sekolah saat kegiatan belajar-mengajar masih berlangsung. Sangat bertolak belakang dengan kondisi di era 80-an ketika rokok menjadi “barang haram” bagi anak usia sekolah.

Menurut survei Global Youth Tobacco Survey (GYTS) antara tahun 2004-2006 di enam lokasi sekolah kota besar di Indonesia menemukan 24 hingga 41 persen siswa berusia 13-15 tahun adalah perokok. Bahkan 83 hingga 93 persen anak perokok yang mencoba berhenti merokok tidak berhasil.

Perokok di Indonesia 63 persen adalah lelaki. Konsumsi tembakau menyebabkan 200 ribu orang meninggal dunia per tahun. Satu dari delapan orang meninggal bukan disebabkan langsung atau dialami perokok pasif. Perempuan non-perokok akibat asap rokok di rumah berpeluang 25 persen mengidap penyakit kanker paru-paru.

Mengalihkan sumber dana belanja rumah tangga untuk belanja tembakau berdampak buruk bagi kesehatan keluarga. Survei terhadap 175 ribu rumah tangga miskin perkotaan pada tahun 2004 menyimpulkan bahwa: kepala keluarga yang perokok menimbulkan kemungkinan besar gizi buruk kronis pada anak.

Bukti penelitian yang dilakukan 10 tahun terakhir, 50 persen perokok meninggal akibat kecanduan. Seperti kematian disebabkan kanker, penyakit jantung dan pernafasan kronis adalah penyebab utama kematian akibat rokok. Proyeksinya sebuah lembaga penelitian, kematian akibat rokok pada tahun 2015 adalah 50 persen lebih banyak daripada kematian akibat HIV/AIDS (sumber Survei Sosial Ekonomi Nasional: 2004).

Beberapa daerah di Indonesia telah menerapkan peraturan daerah. Selain DKI Jakarta, Yogyakarta, Semarang, Palembang, dan Bogor telah menerapkan larangan merokok di tempat umum, sarana kesehatan, tempat kerja dan tempat belajar mengajar, arena kegiatan anak, tempat ibadah dan angkutan umum. Yogyakarta telah menerapkan pajak hingga enam kali lipat dari pajak normal khusus untuk produk rokok. Meskipun, perda tersebut tidak berjalan efektif, paling tidak pemerintah daerah telah berbuat menyelamatkan warganya dari racun, nikotin, dan zat adiktif yang mematikan.

Masalah rokok bahkan telah diharamkan melalui fatwa MUI dan Majelis Tarjih Muhammadiyah. Kedua pimpinan lembaga ini melihat faktor kemudharatan rokok lebih besar daripada manfaat. Merokok merupakan perbuatan tabzir (pemborosan) dan habaits (buruk), Ketua PP Muhammadiyah Yunahar Ilyas menyatakan, status haram merokok merupakan tujuan dari syariah (maqasidussar’iyyah). Karena, tujuan dari maqasidussar’iyyah di antaranya adalah hifdzunnas (menjaga manusia)

Jika dilihat dari akibat dan peringatan terhadap rokok, tak ada yang menguntungkan. Selain menimbulkan kemudharatan dan pemborosan juga mendatangkan kematian. Rokok tidak membunuh pecandunya secara cepat, tapi perlahan hingga zat racun yang mengendap dalam tubuh perokok menyebabkan kematian secara perlahan tapi pasti. [a]

MUKHTARUDDIN YAKOB, mantan perokok dan Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI ) Banda Aceh

Redaksi
Redaksihttp://www.acehkita.com
ACEHKITA.COM hadir sejak 19 Juli 2003. Kami bisa dihubungi via @acehkita, redaksi[at]acehkita[dot]com

Baca Tulisan Lainnya

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Stay Connected

0FansLike
21,903FollowersFollow
24,500SubscribersSubscribe
- Advertisement -

TERBARU