Ekspedisi Indonesia Biru

BERSAMA sebuah keluarga di kelurahan Loto, pulau Ternate yang baru kembali ke rumah, setelah dua pekan berada di lokasi pengungsian akibat letusan gunung Gamalama. Hanya dalam tempo sehari, mereka sudah bisa menghidangkan aneka masakan non-beras. Salah satunya adalah papeda berbahan kasbi (singkong).

Selain singkong, bahan utama papeda juga terbuat dari sagu yang kandungan gulanya (indeks gilkemik) tak setinggi beras. Inilah salah satu sebab mengapa Indonesia masuk lima negara dengan penderita diabetes terbesar di dunia. Rakyat Indonesia masuk dalam “jebakan makan nasi” (rice food trap).

Konsumsi nasi orang Indonesia mencapai 114 kg/orang/tahun, atau di atas rata-rata negara Asia yang 90 kg/orang/tahun.

Kebutuhan lahan untuk menanam padi juga lebih besar dari sagu. Padahal Indonesia adalah negara penghasil sagu terbesar di dunia. 60 persen sagu di planet ini ada di Indonesia, terutama di Papua yang banyak memiliki lahan basah.

Jumlah lahan sagu di Indonesia mencapai 5,2 juta hektare, namun menurut temuan Unit Percepatan Pembangunan Papua dan Papua Barat (UP4B) 2,1 juta hektare di antaranya telah siap dikonversi untuk tanaman monokultur, terutama perkebunan kelapa sawit yang dalam 10 tahun terakhir, telah melonjak dari 5 perusahaan menjadi 21 perusahaan.

Satu hektare lahan sagu dapat menghasilkan 15-25 ton aci per tahun. Sedangkan satu hektare sawah dengan dua kali panen seperti di Papua (dengan irigasi semi teknis alias tadah hujan) hanya sekitar 10 ton/tahun.

Seperti halnya jagung, sagu juga sanggup menahan kenyang lebih lama dibanding beras, karena kecepatan penyerapan glukosa ke dalam darah, lebih lambat.

“Kalau makan beras itu, kekuatannya kurang,” komentar Katarina, istri seorang nelayan pencari paus di Lamalera yang konsumsi utamanya adalah jagung.

Tapi orientasi politik pangan pemerintah Indonesia masih meneruskan pendekatan Orde Baru, yakni “beras sebagai panglima”.

Karena itu setelah menghadapi ancaman konversi kelapa sawit, banyak lahan sagu di Papua yang juga menghadapi ancaman proyek sawah sejuta hektare yang dicanangkan Presiden Joko Widodo, meneruskan program Merauke Integrated Food and Energy Estate (MIFEE) di era Presiden Yudhoyono. []

DANDHY D. LAKSONO & SUPARTA ARZ

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.