Suasana Bali pada malam Nyepi, Sabtu (21/3/2015). Foto ini diambil di kawasan Tuban, Kuta. | FOTO: Suparta Arz/ACEHKITA.COM

KUTA, BALI | ACEHKITA.COM — Hari Raya Nyepi membuat Bali hening. Setelah sepi aktivitas sepanjang hari, pada perayaan hari besar agama Hindu itu, Bali menjadi gelap gulita pada malam hari.

Pantauan acehkita.com di sekitar Tuban, Kuta, masyarakat Bali sama sekali tidak diperbolehkan menyalakan lampu dan beraktivitas pada malam hari. Kondisi ini akan berlaku hingga pukul 06.00 Wita, Ahad (22/3/2015).

Para Pecalang (polisi adat Bali) hilir mudik memantau masyarakat Bali. Jurnalis acehkita.com, Suparta Arz, yang tengah berada di Bali sempat mendapat teguran. Pasalnya, di rumah tempatnya menginap terdapat nyala lampu di kamar mandi.

Pemilik rumah yang juga warga Aceh akhirnya ditegur Pecalang. “Pecalang datang dan menegur kami. Semua lampu disuruh matikan,” kata pria yang akrab disapa Ucok tersebut, Sabtu (21/3/2015) malam.

Mendapat teguran, Ucok beralasan bahwa mereka merupakan pendatang dari Aceh dan belum sepenuhnya mengetahui peraturan saat Nyepi di Bali.

“Kami beralasan bahwa tidak tahu kalau lampu pun tidak boleh menyala,” ujar Ucok.

Pecalang memaafkan Ucok dan temannya, sehingga tidak mendapatkan sanksi adat. Menyalakan lampu pada malam atau beraktivitas di siang hari benar-benar dilarang pada Hari Nyepi.

Jika aturan ini dilanggar, maka Pecalang akan menjatuhkan sanksi adat kepada para pelanggar. “Tadi Pecalang bilang, ‘Kali ini kami maafkan’,” lanjut Ucok.

Meski begitu, Pecalang tetap mengingatkan bahwa mereka akan terus melakukan patroli, sepanjang malam hingga pagi menjelang. “Kalau dalam patroli nanti kami masih mendapatkan cahaya lampu, KTP Anda-anda akan kami sita. Silakan ambil besok di pemangku adat,” Ucok menirukan ‘ancaman’ Pecalang.

Masyarakat Bali, sejak pukul 06.00 Wita pada Sabtu (21/3/2015), dilarang beraktivitas hingga besok pagi (Ahad –red.). “Pada saat Nyepi, Bali seperti kota mati. Di pantai yang biasanya ramai para turis, juga sepi,” sebut jurnalis asal Geumpang, Pidie, itu.

Melarung sesajen | Suparta Arz & Dandhy D. Laksono
Melarung sesajen | Suparta Arz & Dandhy D. Laksono

Bandara Internasional Ngurah Rai juga tidak beraktivitas. Semua maskapai tidak melayani rute dari dan ke Bali pada saat Nyepi. Begitu pula pelabuhan.

Dua hari menjelang Nyepi, umat Hindu di Bali malaksanakan upacara Melasti (Penyucian Jiwa). Upacara ini dipusatkan di pinggir pantai. Dengan membawa sesajen mereka berkumpul di Pura, kemudian berkonvoi ke pinggir pantai. Usai berdoa umat hindu melarung sajen ke laut.

Prosesi lainya menjelang Nyepi adalah pawai ogoh-ogoh. Ogoh-ogoh merupakan patung yang dibuat menyerupai mahluk jahat. Ogoh-ogoh menggambarkan kepribadian Bhuta Kala. Wikipedia menyebutkan, dalam ajaran Hindu Dharma, Bhuta Kala merepresentasikan kekuatan (Bhu) alam semesta dan waktu (Kala) yang tak terukur dan tak terbantahkan.

Arakan ogoh-ogoh ini dilakukan sejak sore sampai malam hari menjelang hari nyepi. Ogoh-ogoh itu kemudian dibakar.

Esai Foto Ritual Menjelang Nyepi di Bali

Bagi Ucok, ini merupakan kali pertama berada di Bali dalam suasana Nyepi. Kondisi ini sangat kontras bila dibandingkan dengan suasana saat pertama sekali menginjakkan kaki di Pulau Dewata, pekan lalu.

“Ini pengalaman pertama saya berada di Bali saat Nyepi,” kata dia. “Sepanjang mata memandang, gelap gulita. Hanya ada cahaya bintang bertaburan di langit.”

Ucok berada di Bali karena tengah melakukan perjalanan keliling Indonesia bersama seniornya, Dandhy Dwi Laksono. Keduanya, sejak 1 Januari 2015, melakukan Ekspedisi Indonesia Biru menggunakan sepeda motor. Mereka berangkat dari Jakarta, menyusuri selatan Pulau Jawa dan saat ini berada di Pulau Dewata. []

FG

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.