Abdul Munar/ACEHKITA.COM

BANDA ACEH | ACEHKOTA.COM – Perpecahan elit mantan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) menunjukkan bahwa transfer kekuasaan sedang berlangsung kepada generasi muda di Aceh. Demikian kesimpulan Institute for Policy Analysis of Conflict (IPAC) dalam laporan yang dirilis di Jakarta, Senin (9/2).

Dalam siaran pers IPAC terkait laporan ‘Political Power Struggles in Aceh’ disebutkan, perpecahan elit itu dapat berimplikasi pada kekuatan kendaraan politik mantan GAM, yaitu Partai Aceh dan juga berdampak pada hubungan dengan Pemerintah Pusat.

Laporan setebal 13 halaman terlihat bagaimana perebutan kekuasaan di Aceh sedang terjadi dari kelompok tua yang pernah membentuk pemerintahan GAM di pengasingan dengan generasi muda yang berjuang di lapangan saat konflik bersenjata.

Saat ini, kekuasaan di Aceh lebih banyak dikontrol sumber daya lokal dan lembaga-lembaga politiknya dibandingkan pengaruh kekuatan dan kedekatan dengan para pendiri GAM serta pelayanan kepada organisasi, sebut laporan itu.

Menurut IPAC, kondisi ini membuat Wakil Gubernur Muzakir Manaf, mantan Panglima Tentara Negara Aceh (TNA), kini menjadi orang paling berkuasa di Aceh. Dia semakin bertentangan dengan Gubernur Zaini Abdullah, mantan Menteri Luar Negeri GAM dan generasi tua lainnya.

“Saat keretakan hubungan antara Muzakir makin dalam dengan elit diaspora tua, para kader muda Partai Aceh berusaha menemukan basis baru untuk persatuan,” kata Direktur IPAC, Sidney Jones. “Mereka berusaha membuat Partai Aceh lebih demokratis dan mengurangi premanisme.”

Ditambahkan dengan semakin memudarkan pengaruh kalangan tua, yang legitimasinya terletak pada peran mereka saat perundingan damai di Helsinki dapat melemahkan posisi Partai Aceh, yang mengklaim dirinya sebagai partai yang telah membawa perdamaian di Aceh.

Para pengatur strategi Partai Aceh sedang mencoba langkah berbeda untuk memperkuat basis akar rumput antara lain dengan merekrut anak-anak muda dan para kader yang lebih profesional, sebut laporan itu.

Pertemuan “rekonsiliasi” antara Muzakir dan mantan Gubernur Aceh Irwandi Yusuf di Jakarta, belum lama ini, dilihat oleh sejumlah kalangan sebagai satu tanda untuk mengurangi pengaruh kelompok tua mantan GAM di kalangan bekas kombatan.

Pada saat bersamaan, elit politik dari partai-partai berbasis nasional semakin menjadi daya tarik publik di Aceh sehingga Partai Aceh harus mencocokkan mesin politiknya yang selama ini sangat tergantung pada pendidikan buruk mantan kombatan, kata IPAC.

“Nasib Partai Aceh dalam pemilihan kepala daerah (Pilkada) tahun 2017 akan tergantung tidak hanya pada apa yang terjadi pada elit tua, tapi sampai batas tertentu apakah partai bisa menjauhkan diri dari kekerasan dan intimidasi, dan benar-benar menghasilkan program-program yang bisa diterapkan untuk perubahan,” kata Sidney Jones.

Selain kekisruhan kelompok mantan kombatan GAM, IPAC juga menyoroti hubungan Aceh dan Jakarta. Disebutkan bahwa Aceh masih membutuhkan perhatian serius dari presiden.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) terlibat secara langsung sejak upaya perundingan dengan GAM diupayakan. Sementara itu, persoalan politik yang dihadapi Presiden Joko “Jokowi” Widodo, bisa saja masalah Aceh tidak begitu menjadi perhatian seriusnya, sehingga dikhawatirkan akan berdampak pada hubungan Aceh dan Jakarta. []

RILIS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.