Thursday, April 18, 2024
spot_img

Perlukah Kandidat Pilkada Tes KDRT?

USAHA Direktorat Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri untuk menjembatani perbedaan pendapat (konflik) regulasi Pilkada Aceh 2011 tampaknya mulai menemukan titik temu. Pemerintah, DPRA, dan KIP Aceh sepertinya akan bersedia duduk satu meja untuk melakukan penataan ulang regulasi Pilkada Aceh 2011.

Pertanyaannya adalah apanya dari Raqan Pilkada Aceh yang akan ditata ulang? Apakah ini bermakna akan ada tiga opsi, yakni semua pihak akan bersetuju untuk tidak memasukkan calon independen, atau semua akan setuju menunda memasukkan calon independen, atau sebaliknya bersepakat memasukkan calon independen dalam regulasi pemilihan kepala daerah Aceh 2011.

Tentu saja semua pihak akan punya prediksi tersendiri meski kemudian bisa juga terjadi opsi alternatif yakni semua sepakat untuk tidak sepakat dan sebelum semuanya sepakat maka tidak ada yang namanya kesepakatan sampai semua pihak menemukan kesepakatan baru.

Penataan lain yang juga penting untuk dipertimbangkan adalah soal uji persyaratan bakal calon. Jika pada Pilkada 2006 hanya ada tes medis, tes kejiwaan dan tes baca al-quran maka pada Pilkada 2011 ini penting dipertimbangkan juga, minimal penerapan uji syarat tidak melakukan perbuatan tercela. Uji syarat tidak melakukan perbuatan tercela misalnya bisa dilakukan melalui tes (melakukan) KDRT (Kekerasan dalam Rumah Tangga).

Melalui tes KDRT yang bisa dilakukan dengan menggunakan alat ukur seperti MCMI-III (Millon Clinical Multiaxial Inventory-III), Novaco Anger Scale, RSQ (Relationship Style Questionaire), DAS (Love Scale from the Dysfunctional Attitude), Hostility Toward Woman Scale, RMAS (Rape Myth Acceptance Scale), Hipermasculinity Invetory, Perspective taking, LOC (Locus of Control Scale), Rosenberg Self-Esteem Scale, dan BIDR (Balanced Inventory of Desired Responding) semua kandidat akan diperiksa untuk didapatkan kesimpulan apakah bakal calon adalah sebagai pelaku KDRT atau bukan.

Jika belum mungkin untuk dilakukan tes KDRT melalui penggunaan alat ukur di atas maka bisa dilakukan melalui wawancara dengan pasangan hidup bakal calon. Dengan menggunakan teknik-teknik wawancara mendalam dan teknik observasi bahasa tubuh akan ditemukan jawaban terkait status perilaku tercela bakal calon dalam hal KDRT.

Mengapa tes KDRT penting untuk diterapkan? Jawabannya bisa sangat sederhana yakni jika bakal calon adalah sosok yang kasar pada pasangan hidupnya maka patut diduga akan ada peluang berbuat kasar kepada orang lain. Ini juga menjadi alat proteksi bagi pasangan hidup kandidat untuk menghindari perilaku “nakal” bakal calon saat menjadi kepala daerah. Kasus kepala daerah yang menjalin hubungan “gelap” dan kawin lagi tanpa izin dari istri pertama bisa jadi akan lebih bisa dicegah jika pasangan hidup dilibatkan sejak pemeriksaan kepribadian kandidat.

Jika konflik regulasi Pilkada Aceh 2011 bisa mendorong adanya perbaikan untuk penguatan regulasi dan sekaligus mengubah tata kelola budaya demokrasi ureung Aceh maka sudah bisa dikatakan bahwa konflik regulasi Pilkada Aceh adalah konflik positif karena mengandung makna transformatif. Mungkinkah? Tidak ada yang tidak mungkin. Tidak mungkin sekarang bisa jadi mungkin nanti. Seperti mungkinnya damai Aceh ketika banyak pihak sudah yakin dengan ketidakmungkinannya.

Pertanyaannya, beranikah kandidat melakukan Tes KDRT? []

Penulis, analis politik. Berdomisili di Banda Aceh.

Redaksi
Redaksihttp://www.acehkita.com
ACEHKITA.COM hadir sejak 19 Juli 2003. Kami bisa dihubungi via @acehkita, redaksi[at]acehkita[dot]com

Baca Tulisan Lainnya

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Stay Connected

0FansLike
21,903FollowersFollow
24,400SubscribersSubscribe
- Advertisement -

TERBARU