Friday, April 19, 2024
spot_img

Pertarungan Parnas dan Parlok [1]

LELAKI itu memacu sepeda motor hati-hati di jalanan batu berlubang, tak beraspal. Sejak Maret lalu, hampir setiap hari, dia menyusuri pelosok desa di Kabupaten Pidie dan Pidie Jaya untuk mendulang dukungan masyarakat agar mau memilihnya dalam pemilu legislatif, 9 April 2014.

Taufik Al Mubarak, namanya. Pria 33 tahun itu maju sebagai calon anggota legislatif dari Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura) untuk Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA). Ia maju dari Daerah Pemilihan Aceh 2, mencakup Pidie dan Pidie Jaya. Ada sembilan kursi yang diperebutkan 136 caleg di dapil ini.

Ditemani seorang familinya yang merupakan kader Partai Aceh (PA), Taufik ingin mendapat dukungan warga meski harus menempuh perjalanan puluhan kilometer mulai pukul 9:00 hingga menjelang tengah malam. Di tiap pertemuan yang dihadiri 10 hingga 15 orang, dia menjelaskan tentang tiga fungsi anggota parlemen: legislasi, penganggaran dan pengawasan.

Sebelum aksi keliling kampung dilakukan, bekas aktivis Sentral Informasi Referendum Aceh (SIRA) – gerakan mahasiswa yang menawarkan referendum bagi penyelesaian konflik bersenjata antara Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dan Pemerintah Indonesia, gencar berkampanye melalui jejaring sosial seperti Facebook, Twitter dan Blog.

“Meski banyak yang bilang tidak efektif, tapi saya merasa ada manfaatnya kampanye melalui media sosial. Hampir tiap hari, teman-teman Facebook atau follower Twitter mengundang saya bertemu dan diskusi karena saya lebih menyasar pemilih pemula,” kata Taufik saat diwawancara, Rabu (2 Maret 2014).

“Ketika bertemu warga, saya tidak menjanjikan apa-apa. Saya hanya jelaskan fungsi dan tugas anggota dewan. Saya bilang anggota dewan itu bukan mengelola proyek. Di ujung pertemuan, saya bilang kalau belum punya pilihan, silakan pilih saya bila cocok untuk memperjuangkan kepentingan mereka di parlemen Aceh.”

Pada 2009, pemilu di Aceh diikuti oleh enam partai politik lokal. Dari enam partai lokal (parlok) yang bertarung dalam pemilu legislatif 2009, PA menang mayoritas dan meraup 33 dari 69 kursi DPR. Partai Daulat Aceh (PDA) meraih satu kursi. Empat partai lokal lain nihil. Sisanya diraih partai nasional (parnas).

Namun dalam pemilu 9 April, hanya tiga partai lokal yang bertarung memperebutkan 81 kursi DPRA dan kursi parlemen di 23 kabupaten/kota yang ada di Aceh. Ketiganya ialah PA dan Partai Nasional Aceh (PNA), yang sama-sama didirikan oleh bekas kombatan GAM. Satu lagi, Partai Damai Aceh (PDA), reinkarnasi dari Partai Daulat Aceh yang dibentuk kalangan ulama karena tak cukup parliamentary threshold, hasil pemilu 2009 sehingga harus berganti nama.

Berbeda dengan caleg lain yang memasang alat peraga kampanye di sepanjang jalan hingga pepohonan, Taufik tidak mencetak spanduk atau baliho. Dana politik yang dia habiskan kurang dari Rp5 juta. Itu pun untuk biaya minyak sepeda motor dan makan di perjalanan atau mentraktir kopi kawan-kawannya.

“Bila tiba waktu makan siang atau makan malam, kebetulan sedang pertemuan, saya selalu dijamu makan oleh warga,” katanya, yang mengaku optimis akan memperoleh kursi DPRA, karena pemilih di Aceh sudah cerdas menentukan pilihan.

Tapi, pengamat politik dan hukum dari Universitas Syiah Kuala, Saifuddin Bantasyam, meragukan sejumlah Parnas yang saat ini tidak punya kursi DPRA akan memperoleh dukungan kuat publik. Pasalnya, Parnas itu tidak bekerja maksimal untuk mendulang suara. Malah beberapa parnas terkesan pasrah. “Kalau dapat kursi syukur, jika tidak ya sudah,” katanya.

Hanura, yang menjadi kendaraan politik bagi Taufik, adalah satu dari sekian Parnas yang tak punya kursi di DPRA. Malah kebanyakan dari 12 Parnas yang bertarung dalam pemilu kali ini tidak menggelar kampanye terbuka.

Taufik mengakui kalau partainya tak melaksanakan kampanya terbuka. “Mungkin partai-partai itu khawatir tidak banyak massa yang akan datang. Makanya, seperti saya melakukan kampanye door to door,” kata dia.

Blogger aktif yang pernah menjadi pimpinan di beberapa media lokal ini mengaku tak mendapat ancaman atau intimidasi selama perjalanan politik ke desa-desa pelosok yang merupakan basis kekuatan PA. Jaringan pertemanan dan kekeluargaan menjadi andalannya meyakinkan pemilih. [bersambung]

Baca Juga:
Pertarungan Parnas dan Parlok [2]
Pertarungan Parnas dan Parlok [3]

CATATAN EDITOR:
Naskah ini telah dilakukan pembetulan pada paragraf tujuh, yang tertulis “Pada pemilu 2009, Taufik maju sebagai caleg dari Partai SIRA… dst”. Kami keliru dan telah memperbaikinya.

Redaksi
Redaksihttp://www.acehkita.com
ACEHKITA.COM hadir sejak 19 Juli 2003. Kami bisa dihubungi via @acehkita, redaksi[at]acehkita[dot]com

Baca Tulisan Lainnya

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Stay Connected

0FansLike
21,903FollowersFollow
24,400SubscribersSubscribe
- Advertisement -

TERBARU