Sunday, April 14, 2024
spot_img

Pilihlah! Daku Ingin Berenang

BANDA ACEH | ACEHKITA.COM – “Siapa lagi yang mau usul nama calon pasangan?” tanya Nurdin Hasan, pimpinan sidang Konferensi VIII Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Banda Aceh saat ingin menentukan calon pasangan ketua dan sekretaris AJI Banda Aceh periode 2018-2021, Sabtu, 7 April 2018.

Nama yang sudah diusul oleh 35 peserta konferensi tampak di layar samping tempat pimpinan sidang. Anggota organisasi wartawan itu telah mengusulkan pasangan: Adi Warsidi – Afifuddin Acal, Misdarul Ihsan – Afifuddin Acal, Agus Setyadi – Afla Nadya, Misradul Ihsan – Zulkarnaini Masry, Safri Muarif – Misdarul Ihsan, Davi Abdullah – Reza Fahlevi, Heri Juanda – Junaidi Hanafiah.

Peserta konferensi tidak menjawab pertanyaan Nurdin. Mereka sudah sepakat dengan usulan tujuh nama pasangan.

“Baiklah, kita akan menanyakan kepada masing-masing pasangan yang telah diusul, apakah bersedia untuk dicalonkan,” kata Maimun Saleh, pimpinan sidang lain. Selain Nurdin dan Maimun, pimpinan sidang lainnya adalah Mukhtaruddin Yacob.

Adi yang tidak berada dalam ruangan saat diusulkan namanya, langsung menampik. Ketua AJI Banda Aceh periode 2015-2018 itu tidak ingin melanjutkan kepemimpinannya.

Periode lalu, dia terpilih sebagai ketua didampingi Fakhruradzie Gade sebagai sekretaris. Namun, Radzie tidak sempat mendampingi Adi hingga akhir masa tugasnya. Pada 11 November 2016, Radzie lebih dulu ‘pergi’ untuk menghadap sang khalik.

“Jangan lagi saya, saya mau jadi Korwil Sumetera nanti di kepengurusan AJI Indonesia,” teriak Adi.

Suasana ruangan tampak riuh saat sejumlah anggota meneriakkan “lanjutkan, lanjutkan!!”. Di antara suara itu, terdengar tawa lepas dari di antara mereka.

“Kalau tidak bersedia berarti kita hapus namanya,” kata Maimun.

Usulan nama pasangan Adi – Afifuddin dihapus karena mereka tidak ingin menjadi calon. Berikutnya, pimpinan sidang menanyakan “Saudara Misdarul Ihsan, apakah saudara bersedia menjadi calon ketua?”

Ihsan yang duduk di kursi depan menjawab, “bersedia pimpinan.” Suasana kembali gaduh. Suara tepukan tangan dan sahutan tawa peserta konferensi menggema.

Setelah ketua bersedia, pimpinan sidang melemparkan pertanyaan serupa kepada usulan calon pendamping Ihsan.

“Saya bersedia!” Afifuddin menjawab.

Keduanya resmi menjadi calon pasangan pertama. Pertanyaan serupa juga dilontarkan kepada usulan calon pasangan Agus Setyadi – Afla Nadya. Wartawan detikcom itu bangun dari kursi duduknya saat mendengar pertanyaan dari Maimun.

Dengan suara lantang, Agus menjawab “tidak bersedia pimpinan.” Anggota AJI yang lain pun tertawa lepas mendengar jawabannya.

Usulan pasangan selanjutnya, Ihsan – Zulkarnaini Masry. Kali ini, pimpinan sidang hanya bertanya kepada Zulkarnaini. Sedangkan Ihsan dianggap sudah bersedia karena sebelumnya pimpinan Inews TV Aceh itu sudah mengiyakan dengan pendamping berbeda.

“Kita tidak melihat orangnya, tapi melihat paketnya,” Maimun memberikan penjelasan. Dalam artian, calon pasangan tidak mesti orang berbeda, tapi paket pasangannya.

Zulkarnaini belum menjawab. Wartawan Harian Kompas itu tampak bingung. Seluruh anggota AJI berteriak “bersedia Zul, kapan lagi.” Di sampingnya, duduk Adi Warsidi. Dia sempat berbincang sejenak dengan Adi.

“Mohon izin pimpinan, saya butuh waktu sebentar untuk berpikir,” jawab Zulkarnaini. “Baik, kita pending dulu,” balas Maimun kemudian.

Pimpinan sidang melanjutkan pertanyaan ke usulan calon pasangan ke-lima: Safri Muarif – Misdarul Ihsan. Dengan suara lantang, mikrofon di tangannya, Safri menjawab dengan cepat, “saya bersedia!”

Suasana kembali riuh. Tangan peserta konferensi bertepuk cepat. Suaranya gaduh. Keduanya resmi menjadi calon pasangan ke-dua.

Usulan pasangan ke-enam dan ke-tujuh: Davi Abdullah – Reza Fahlevi dan Heri Juanda – Junaidi Hanafiah, menolak untuk dicalonkan. Masing-masing mereka, usulan calon ketua yang berdiri dan mengatakan tidak bersedia kepada pimpinan sidang. Otomatis nama kedua pasangan itu dihapus.

“Heri Juanda jangan hapus lagi, dia bersedia, bersedia!” Suparta meneriak lantang ke arah petugas notulen. Teriakan itu ternyata membuat Heri Juanda kewalahan. Fotografer AP itu berulang kali melambaikan tangan pertanda tidak bersedia. Suparta yang duduk di sampingnya terus melarang dihapusnya nama Heri. Ia diam saat notula menghapusnya atas perintah pimpinan sidang.

Terakhir, pimpinan sidang kembali menanyakan kepada Zulkarnaini. “Iya bersedia,” jawab dia setelah meminta waktu berpikir.

Secara resmi, calon pasangan telah ditetapkan. Nomor urut calon pasangan tidak lagi diacak. Pasangan Misdarul Ihsan – Afifuddin Acal pada nomor satu. Nomor dua Misdarul Ihsan – Zulkarnaini Masry. Sedangkan pasangan Safri Muarif – Misdarul Ihsan mendapat nomor urut tiga.

“Baiklah, pemilihan digelar nanti sesudah istirahat sebentar. Dengan ini, sidang kita skors,” kata Nurdin Hasan sembari mengetuk palu tiga kali.

Peserta konferensi bubar. Sebagian dari mereka keluar dari ruangan. Ada juga yang mengambil kopi dan makanan ringan di dekat pintu keluar, lalu kembali duduk di kursi. Tak jarang, ada di antara mereka juga melakukan semacam kampanye untuk menentukan pimpinan organisasi mereka tiga tahun ke depan.

Sekitar 15 menit, sidang dilanjutkan. Pimpinan sidang mulai menjelaskan tatacara pemilihan.

“Di kertas suara, cukup menuliskan nomornya saja. Jangan tulis nama, kalau pun ada, maka dianggap rusak,” kata Nurdin. “Selain nomor, dianggap rusak.”

Tidak lama kemudian, satu per satu peserta konferensi dipanggil namanya. Di depan, seorang pria telah berdiri dengan kertas suara di tangannya. Orang yang dipanggil mendekat ke dia, dan mengambil kertas suara yang berukuran kecil, cukup untuk menulis nomor.

Tidak jauh dari sana, sebuah podium digunakan sebagai tempat untuk menentukan pilihan. Setelah di sana, kertas suara akan dibawa ke kotak suara di sudut kiri ruangan. Kotak berukuran 20×20 sentimeter itu dipantau oleh pengurus AJI Indonesia, Aryo Wisanggeni.

Hanya butuh waktu 10 menit, semua peserta konferensi tuntas menentukan pilihannya masing-masing. Penghitungan suara dilakukan oleh Aryo, Ali Raban, dan Adi Warsidi di sebuah meja di bagian depan.

Peserta konferensi menunggu perolehan suara. Suasana tampak tegang. Apalagi saat perolehan suara pasangan nomor urut satu dan tiga nyaris sama.

Perolehan usai dengan hasil: Ihsan – Afifuddin meraup 14 suara, Ihsan – Zulkarnaini memperoleh delapan suara, dan 11 suara diperoleh pasangan Safri – Ihsan. Sementara dua suara dinyatakan rusak.

“Terima kasih sudah memberikan amanah ini kepada kami. Ini amanah yang sangat berat bagi kami,” kata Ihsan dalam sambutannya.

Ke depan, pasangan ini akan melanjutkan sejumlah program untuk memajukan AJI Banda Aceh. Selain itu, Ihsan dan Afif juga akan mensosialisakan kerja-kerja AJI Banda Aceh dan memperkuat AJI Banda Aceh.

“Bagaimana ke depan untuk sama-sama membangun AJI. Kita hrus sama-sama membangun AJI,” jelas Afif.

Sebelum konferensi, juga digelar seminar lingkungan yang bertem “Merumuskan Peran Jurnalis dalam Mengawal Kawasan Ekosistem Leuser. Hadir sebagai pembicara dalam seminar yaitu Wakil Gubernur Aceh Nova Iriansyah, Direktur WALHI Aceh Muhammad Nur, USAID Lestari Ivan Krisna, dan Yayasan Haka Agung Dwi Nurcahyo.

Peserta seminar merupakan wartawan yang bertugas di Banda Aceh. Seminar setengah hari juga dihadiri anggota DPRA Bardan Sahidi dan Irwan Djohan.

***

Prosesi sudah berakhir? Salah. Usai foto bersama, Ihsan tampak was-was. Suparta membuka lebar pintu masuk ruangan. Afifuddin mengasingkan diri ke sudut ruangan.

“Pindah dulu pot bunga di tepi kolam,” kata Maisara di tengah keramaian. Suasana kemudian berubah saat beberapa peserta konferensi mengangkat ketua terpilih Ihsan.

Ihsan kemudian diarak ke luar ruangan. Di luar, sebagian anggota AJI sudah menunggu dan melingkari kolam, termasuk beberapa fotografer yang menunggu momen. Tak butuh waktu lama, sekitar tujuh anggota AJI kemudian melemparkan sang ketua baru ke dalam kolam.

“Gubrrraaaakkk!!!” Ihsan tercebur. Pria akrab disapa Chek ini berenang di bagian tengah kolam dengan kedalaman 1,5 meter. Pelempar tertawa lepas, juga yang melihatnya. Penghuni hotel yang lain buru-buru menengok momen itu.

Setelah Ihsan, giliran Afif. Namun, sekjen baru asal Kabupaten Pidie itu lebih dulu melepas celana panjangnya. Saat hendak diceburkan ke kolam, dia mengenakan celana pendek berwarna oranye dan kaus seragam konferensi. “Brruuuuaaaaam.”

Afif jatuh di bagian samping kolam. Namun, dia buru-buru berenang ke tepian kolam yang bersebelahan. Terakhir, giliran ketua panitia Zulkarnaini Masry yang dilemparkan. Pria asal Aceh Utara itu tidak menolak. Malahan dia terjun layaknya ingin berenang ke kolam.

Suasana gaduh, tawa, dan ria. Mereka yang diceburkan ke kolam sesekali memercikkan air ke arah peserta konferensi lainnya.

Tradisi “Peusijuek” Ketua.

Menceburkan ketua dan sekretaris AJI Banda Aceh terpilih merupakan sebuah tradisi “peusijuek” dari anggota untuk pemimpin barunya. Tradisi ini pertama sekali digelar saat Mukhtaruddin Yacob terpilih sebagai ketua periode 2009-2012, di Hotel The Pade, pinggiran Banda Aceh.

Nurdin Hasan, satu di antara pendiri AJI Banda Aceh mengatakan tidak ada makna apapun dalam prosesi menceburkan ketua dan sekretaris terpilih ke dalam kolam. Menurutnya, prosesi itu kebetulan saja.

“Tidak ada makna apa-apa. saat Bang Mukhtaruddin (2009-2012) terpilih, penyelenggaraan konferensi pemilihan digelar di Hotel Pade. Di sana ada kolam, makanya sekalian mandi di kolam,” kata Nurdin. “Karena sebelumnya, buat konferensi bukan di hotel.”

AJI Banda Aceh didirikan pada 3 Mei 1999 oleh sejumlah wartawan di Aceh: Nazamuddin Arbie, Nurdin Hasan, Uzair, Mahdi Abdullah, Ridwan Ishaq, M. Din, Zuherna Bahari, Aiyubsyah, Risman A Rachman, Ahmad Jauhari, dan Marhiansyah Azis.

Periode pertama (1999-2002), AJI Banda Aceh dijabat oleh Nazamuddin Arbie, Muharram M. Nur (2002-2004), Nurdin Hasan (2004-2006), Muhammad Hamzah (2006-2009), Mukhtaruddin Yacob (2009-2012), Maimun Saleh (2012-2015), dan Adi Warsidi (2015-2018). Hingga kini, AJI Banda Aceh memiliki 60 anggota.

Mukhtaruddin mengatakan dia menjadi ‘korban’ pertama yang paling berat dari tradisi AJI Banda Aceh itu. “Saat itu, saya tidak sempat memindahkan handphone dan dompet. Basah semua,” tutur dia.

Mukhtar mengaku “sangat kesal lah. Kesal dalam artian karena basah. Handphone saya basah, rusak, tidak bisa digunakan lagi.”

Ide pertama melemparkan ke kolam, kata Mukhtar, dari (alm) Fakhruradzie Gade. “Dulu, kalau di The Pade, kolamnya agak di tersembunyi, jadi kita tidak segan-segan mandi di sana.”

Selamat berenang ketua dan sekretaris jenderal AJI Banda Aceh baru![]

Baca Tulisan Lainnya

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Stay Connected

0FansLike
21,903FollowersFollow
24,400SubscribersSubscribe
- Advertisement -

TERBARU