Friday, March 29, 2024
spot_img

Pilkada 2006, Awal Retaknya Para Kombatan [3]

Pengantar

Menyongsong Pilkada 2017, para punggawa bekas Gerakan Aceh Merdeka (GAM) saling berebut kuasa untuk memimpin Aceh. Mereka duduk terpisah di lima kursi kandidat dari enam pasangan yang berhak dipilih rakyat pada 15 Februari 2017.

Sebagai gubernur maju lagi Irwandi Yusuf (mantan representatif GAM di AMM), kemudian Muzakir Manaf (mantan Panglima GAM), Zakaria Saman (mantan Menteri Pertahanan GAM), Zaini Abdullah (mantan Menteri Luar Negeri GAM) dan sebagai wakil gubernur ada Sayed Mustafa (mantan Koordinator GAM Barat Selatan Aceh).

Perpecahan yang semakin terbuka, dari manakah mulanya?

Tulisan berikut mungkin bisa menjelaskannya, saya menulisnya akhir Desember 2006 lalu, saat Pilkada 2006 dan yang pertama setelah damai Aceh.

***

Bagian 3

BEGITU sederhanakah persoalannya?

Kendati tak ada yang mengakui perpecahan dalam tubuh GAM, tapi tersirat dalam keputusan-keputusan GAM berikutnya. Tgk Usman Lampoh Awe bercerita sepekan setelah keputusan itu diambil, kepada saya.

Beliau adalah Ketua Majelis GAM yang merupakan struktur tertinggi dalam tubuh gerakan itu pascadamai. Majelis bertugas untuk menggeser perjuangan dari bersenjata ke sipil. Juga menjembatani semua masalah berkaitan dengan pemerintah dan dalam tubuh GAM sendiri, termasuk membesarkan organisasi Komite Peralihan Aceh (KPA) GAM, sampai Rancangan Undang-undang Pemerintahan Aceh (RUU-PA) disahkan.

Saat pertemuan GAM di Unsyiah. “Salah satu bahasan yang menegang adalah saat memilih calon dari GAM untuk ikut memeriahkan pilkada Aceh secara independen atau pun koalisi,” sebut Tgk Usman.

Pendapat demi pendapat muncul, tokoh muda GAM ikut memberikan argumen diantara petinggi yang hadir. Dengan alasan demokrasi, tokoh muda bebas berapresiasi. Calon-calon pun bermunculan.

Petinggi GAM di Swedia mengusung satu unggulan, Hasbi Abdullah –adik Zaini Abdullah- sebagai calon gubernur. Usulan tunggal ini mendapat tantangan dari para tokoh muda di lapangan. Mereka menilai berhak juga untuk mengusulkan calon lainnya sebagai pilihan. Keberagaman pendapat untuk memilih calon membuat forum menegang, “hingga ada delapan calon yang diusung, semuanya dipilih dalam sistem setengah paket,” sebutnya.

Tgk Usman melanjutkan, sistem setengah paket adalah pemilihan calon gubernur dan wakil gubernur secara terpisah. Dia hanya menyebutkan empat calon yang akan dipilih, Hasbi Abdullah dan Nashiruddin sebagai calon gubernur. Sementara untuk wakil diusulkan M. Nazar dan Humam Hamid.

Dari hasil pemungutan suara, mantan juru runding GAM Teungku Nashiruddin bin Ahmed mendapat suara terbanyak (39). Dia unggul lima angka dari Hasbi. Untuk calon wakil gubernur, Ketua Presidium SIRA (Sentral Informasi Referendum Aceh) Muhammad Nazar unggul dengan 31 suara. Pada posisi kedua, meski bukan anggota GAM, Humam Hamid mendapat selisih tujuh suara. Nashiruddin sendiri tidak sempat hadir dalam forum tersebut.

Pengakuan Tgk Usman, dia menghubungi Nashiruddin untuk memberitahukan keputusan yang diambil forum. Tapi nyatanya, Nashiruddin menolak putusan dan mengundurkan diri dari calon dengan segala hormat. “Tiga puluh tahun saya berjuang bukan untuk itu, saya akan besar bukan dengan itu (menjadi gubernur), saya mundur,” Tgk Usman menirukan kutipan Nashiruddin.

Nashiruddin resmi menarik diri, otomatis Hasbi yang diperingkat selanjutnya mesti naik dan bergandengan dengan M. Nazar. Tapi kemudian menurut Tgk Usman, Hasbi tidak bersedia bergandeng dengan M. Nazar, alasannya tidak cocok.

Pertemuan GAM selanjutnya di Hotel Rajawali. Sebuah sumber menyebutkan dalam pertemuan itu pertentangan pendapat tokoh muda dan tokoh tua GAM muncul lagi. Sebagian menganggap Hasbi Abdullah tidak layak untuk mewakili GAM, karena bukan tokoh GAM murni. Sementara kaum tua menganggap M.Nazar masih terlalu muda.

Siapa tua dan muda? Sumber di kalangan petinggi GAM menjelaskan bahwa di barisan kelompok tua ada nama-nama seperti; Malek Mahmud, Zaini Abdullah, Tgk Usman Lampoh Awe, Ilyas Abed, Zakaria Saman. Kalangan GAM petempur, kabarnya seluruh alumni Libya –personil GAM yang pernah latihan kemiliteran di Libya- berada di belakang kelompok ini.

Sementara di kelompok muda berdiri Sofyan Dawood, Irwandi Yusuf, Bakhtiar Abdullah, Munawar Liza Zein dan beberapa panglima serta juru bicara GAM per wilayah. “Ada juga yang netral,” sebut sumber itu.

Soal Hasbi Abdullah bukan GAM murni. Bagi Tgk Usman, yang mengetahui Hasbi itu GAM atau bukan GAM adalah pimpinan. Pemahaman anggota GAM, tidak mesti memegang senjata. Muhammad Nazar sendiri diakui Usman sebagai anggota GAM yang duduk di Majelis. Sementara SIRA, organisasi pimpinan Nazar bukan bagian dari gerakan itu. “Agar tidak timbul masalah, kami berpikir tidak ikut pilkada, belum lagi calon independen pun belum terlalu jelas dalam RUU-PA yang belum disahkan,” jelas Tgk Usman kala itu.

Basa-basi dia menyebutkan, kebijakan yang diambil juga untuk menyimpan sedikit energi guna persiapan yang lebih matang dalam strategi politik selanjutnya. GAM akan mempersiapkan diri untuk pembentukan partai politik, guna melaju pada pesta politik 2009. Tapi pihak GAM mengizinkan semua anggotanya untuk maju atas nama pribadi dalam pilkada. “Saat ini keputusan itu sudah final.”

Ke depan kalau RUU-PA sudah disahkan? “Trik politik kita tidak tahu, kita saja bicara hari ini akan beda dengan besok,” sebutnya sambil meminta beberapa informasi jangan ditulis.

Usman sendiri mengakui soal ‘Tua-Muda’. Dalam mengambil keputusan ada perbedaan pendapat antara tokoh tua dan muda di tubuh GAM. Tapi, perbedaan pendapat hanya sebatas warna-warni dalam demokrasi, tidak sampai menimbulkan perpecahan. Keterkaitan tua-muda tidak bisa dipisahkan dalam pergerakan. “Di masyarakat memang ada kita dengar isu itu, tapi kita tidak pecah, mungkin masyarakat tidak tahu,” sebutnya.

Hal yang sama diakui oleh Sofyan Dawood, Juru Bicara KPA GAM. Menurutnya, dia tidak menganggap dirinya sebagai wakil dari tokoh GAM muda. Isu tentang Muzakkir Manaf, Ketua KPA GAM yang tidak bisa mewakili tokoh muda karena loyal kepada kelompok tua, dibantah Sofyan. Dia hanya menganggap sebuah kewajaran dalam pengabilan keputusan ada sedikit perbedaan pendapat. “Tidak ada perpecahan dalam tubuh GAM, semua jajaran KPA tidak ada masalah,” sebutnya kepada saya, beberapa jam setelah Tgk Usman memberikan keterangannya.

Sofyan menyebutkan, secara struktur memang ada tingkatan dalam tubuh GAM. Setidaknya dia menyebut tiga komponen, GAM yang duduk di Majelis, GAM pendukung dan GAM biasa. “Ada peringkatnya, karena tidak semua rahasia politik bisa diketahui oleh semua jajaran GAM.”

Pada pertemuan GAM seluruh dunia, Sofyan pernah memberikan saran siapapun yang naik mewakili harus dari GAM murni, alias benar-benar GAM. Sehingga sempat menimbulkan perdebatan menentukan sebuah calon yang tepat. Baru kemudian peserta menentukan beberapa calon untuk dipilih.

Menurutnya, keputusan yang diambil GAM untuk tidak ikut pilkada sudah bulat. GAM memberikan kebebasan kepada anggotanya untuk mencalonkan diri secara independen, terserah kepada masyarakat untuk memilih mana yang terbaik.

Secara politik, dia menganggap keputusan itu sudah tepat. Andaikan GAM berkeras untuk naik sekarang dan kemudian menang di pilkada, tokoh gubernur dari GAM pasti akan sendirian, alias tidak didukung oleh parlemen di DPRD. Artinya sama saja dengan pemerintahan yang dulu, tanpa perubahan. Akibatnya, GAM akan tercoreng pada 2009. “Tetapi jika naik pada 2009, setelah siap dengan partainya, setidaknya akan ada anggota GAM di parlemen. Hal ini bisa membuat sedikit perubahan dalam pemerintahan Aceh.” Jelas Sofyan.

Demokrasi sedang berlangsung, mendalami politik setelah tak ada lagi konflik. Proses belajar kemudian berlangsung cepat bak kilat. [bersambung]

 

Baca Tulisan Lainnya

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Stay Connected

0FansLike
21,903FollowersFollow
24,400SubscribersSubscribe
- Advertisement -

TERBARU