Stanza Peunayong
Kita seperti dalam sebuah biduk lusuh
Menyebrang sungai tua yang sejarahnya telah usang
Menerka-reka dimana para pelaut menancapkan sauh
Ketika hendak berlabuh untuk berteduh
Dari mana asalmu, gadis bermata sipit
Bukankah dari dulu pelaut berjubah besar datang dari timur
Apa mungkin kau tersesat dalam sebuah perjalanan?
Tapi mengapa tidak kau ikut saja dengan mereka
Aku melihat sketsa wajahmu yang asing
Semua tidak berjalan dengan mestinya
Antara kau, aku, kita dan mereka
Ada sesuatu yang mestinya tidak saling memisahkan
Mari kita nikmati penyebrangan ini, gadis bermata sipit
Tersenyumlah sambil menyatukan madah cinta
Bulan masih di sana
Kita kembali setelah semuanya menjadi lebih baik
Biar mereka tidak menghujatmu lagi
(Peunayong, 25 September 2011)
Hujan Kenangan
Untuk kesekian kalinya
Aku mengisap sebatang kenangan
Pada waktu yang berbeda
Ada hujan yang sedang turun deras
Aku tidak sempat melihat engkau
Menyusuri lelorong sunyi
Tanpa menoleh ke belakang
Memapah kegelisahan yang dahsyat
Menyembunyikan diri dari kebenaran
Bahwa langit memang sedang resah
Ia tidak pernah bisa untuk selalu memberi cahaya terang
Meski matahari tetap pada tempat semula
Karena ada gumpalan pekat yang datang secara tiba-tiba
Ada gundah menyasak di setiap tetes hujan yang turun
Berusaha mengerti apa yang sedang kau rasa
Ada kegamangan yang nyata di setiap butirnya
Melampaui kengerian yang kita rasakan
Bahkan kita sempat melihatnya, bukan?
Seluruh hati terenyah
Hujan mengepung dari seluruh penjuru
Mengumpul hingga menjadi bah
Maha dahsyat
Tak sempat kau menoreh ke belakang
Dalam lorong itu
Semua lenyap
Tinggal lumpur dan pohon kenangan
Kini aku hanya bisa berusaha menelan resah
Dalam waktu yang berbeda
Mengingat bandang menghanyutkan kau
Dan seisi kampung
Setelah pohon mereka tebang
Selanjutnya kematian yang mereka undang
(Banda Aceh, 2011)
AKMAL M ROEM
Lahir di Aceh Besar, 26 Februari 1987. Saat ini bekerja di Komunitas Tikar Pandan. Memelihara ikan tambak dan merawat kuda adalah pekerjaannya sehari-hari.