Tuesday, April 23, 2024
spot_img

RUU Rahasia Negara, Kebangkitan Orde Lama

Fase pemilihan umum dan pemilihan presiden sudah terlewati, dimana konstalasi politik sangat panas. Hal itu ditunjukan dari pemberitaan media massa maupun elektronik. Ada hal menarik selepas itu. Arah isu politik berubah haluan, mengapa? Karena terjadi polemik yang membahayakan kebebasan informasi. Ternyata masalah itu mencuat dari Rancangan Undang-undang Rahasia Negara (RUU RN). Muncul pertanyaan bergelayutan untuk apa dibuat, apa manfaatnya dan apa dampaknya?
Dasar Dibutuhkan RUU RN
Sebelum menjelaskan dampak serta kelemahannya, alangkah idealnya bila melihat dasar dari Pemerintah Indonesia akan memberlakukan Undang-undang Rahasia Negara tersebut. Berdasarakan dari bacaaan penulis memahami RUU RN, munculnya kekhawatiran dari Pemerintah Indonesia akan dokument dan berbagai bentuk aktivitas strategis yang akan mengancam pertahanan dan keamanan nasional. Cara pandang pemerintah perlindungan akan kerahasian negara harus dilakukan untuk memelihara kedaulatan negara dari berbagai gangguan maupun rongrongan yang datang dari pihak asing melalui praktik penyadapan, operasi mata-mata, pembocoran informassi, dll.
Inti masalahnya, kemampuan asing membobol sistem kerahasiaan negara dan keterbatasan pemerintah untuk melindungi sistem itu. Seharusnya yang dilakukan Pemerintah bukan membuat undang-undang baru, tawaran solusinya adalah peningkatan kapasitas, teknologi, dan sumber daya pendukung sistem kerahasiaan negara. Dalam hal ini, RUU Persandian Negara lebih relevan.
Benar bila pijakan dari alasan pemerintah dalam memberlakukan RUU Rahasia Negara (RUU RN) untuk melindungi kerahasian negara. Seharusnya langkah pemerintah memperjelas terlebih dahulu batasan kerahasian yang tertera didalam RUU RN itu, jangan menghadirkan multitafsir dari berbagai kelompok tertentu. Negara lupa, bila keterbukaan informasi juga merupakan kebutuhan (kepentingan) masyarakat. Positifnya masyarakat bisa mengawasi kinerja akan aparatur pemerintah sebagai pelayan bagi rakyatnya, jangan-jangan isu utama RUU Rahasia Negara bukan kepentingan masyarakat versus kepentingan individu, tetapi kepentingan masyarakat versus birokrasi. Meminjam terminologi Steven Aftergood (1996), yang hendak dilembagakan RUU Rahasia Negara benar-benar rahasia negara atau lebih pada rahasia birokrasi atau rahasia politik?
Bila difahami secara mendalam, dengan RUU RN, solusi yang diajukan Pemerintah adalah pelembagaan otoritas aparatur negara yang hampir tak terbatas untuk menerapkan perlindungan maksimum atas kerahasiaan negara. Ruang lingkup rahasia negara dirumuskan terlalu luas dan elastis, tidak hanya sebatas informasi strategis pertahanan. Otoritas untuk menetapkan rahasia negara juga tidak cukup jelas sehingga tiap lembaga pemerintah bisa berwenang melakukan klaim rahasia negara.
Dampak Bila Diterapkan
Mentelaah dampak apa yang akan terjadi bila RUU Rahasia Negara jadi diberlakukan di negeri ini sangatlah menarik untuk penulis kupas. Pihak yang terkena imbas (dampak) negatif, salah satunya jurnalis (wartawan). Mengapa bisa? Penulis akan memberikan ilustrasi, ketika seorang wartawan memberikan informasi kepada publik tentang jumlah anggaran yang telah disalah gunakan oleh instansi atau lembaga pemerintah, maka dengan alasan data negara dan bersifat penting si wartawan bisa dijebloskan ke bui (penjara).
Penyebab dijebloskannya wartawan, karena adanya pasal karet yang tertuang di pasal 1 – 6. Intinya pasal itu mengalami kekaburan (multitafsir) terhadap ukuran rahasia negara, baik dalam definisinya dan bentuk klasifikasi pengelolaan rahasia negera tersebut. Disisi lain akan membuka ruang bagi pejabat pemerintah untuk menentukan kadar dari klasifikasi dan pengelolaan rahasia negara. Tentunya ini akan kembali lagi ke era orde baru zamannya Suharto, dimana kebebasan informasi ditutup rapat dan berjamurnya kesalahan dari pihak pemerintah kepada rakyat. Apalagi nilai-nilai transparasi dan akuntabilitas tidak berjalan, bahkan menjadi slogan semata bagi Pemerintah saja hanya dijadikan topeng keburukan perilakunya. Parahnya lagi akan suburnya tindakan KKN (korupsi, kolusi, dan nepotisme) yang menyebabkan negara ini mengalami keterpurukan dari segi anggaran. Tidak hanya instansi Pemerintah saja akuntabilitas dan transparasi tidak berjalan, bahkan dalam tubuh instansi vertikal seperti TNI, kepolisian, Kejaksaan, dan Peradilan semakin membuat instansi tersebut menjadi instansi yang kebal akan hukum yang berlaku di Indonesia ini.
Hal menarik dari RUU RN ini, bagi penulis akan memunculkan kembali oligraki kekuasaan, khususnya di presiden itu sendiri. Pembuktiannya terletak di pasal 11 tentang kewenangan penetapan rahasia negara (ayat 1 : Presiden menetapkan rahasia negara baik yang dimiliki, dibuat, diperuntukkan, dan/atau dikuasai oleh Lembaga Negara dan ayat 2 : Penetapan rahasia negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat didelegasikan kepada pimpinan Lembaga Negara). Di satu sisi memundurkan reformasi dibidang peradilan, bahkan kembali lagi ke era sebelumnya (era orde lama), indikatornya terjelaskan pada pasal 37 : Rahasia Negara tidak dapat digunakan sebagai alat bukti dalam peradilan selain perkara tindak pidana rahasia negara. Secara tidak langsung institusi peradilan juga akan menutup akses bagi publik untuk melakukan evaluasi atas kinerjanya.
Mengkaji potensi ancaman dari kedua pasal itu terdiri dari beberapa hal, antara lain : pertama : Presiden atau pejabat yang ditunjuk dapat sewenang-wenang menentukan suatu informasi sebagai rahasia Negara, kedua : Rahasia Negara diartikan pula secara luas sebagai rahasia jabatan dan atau rahasia instansi, ketiga : Menutup peluang pengusutan korupsi khususnya dilingkungan militer/dephan (makin sulit), terakhir keempat : UU RN , tidak membuka peluang pengecualian bagi penyidik/APH dapat membuka RN untuk kepentingan pemeriksaan kasus korupsi.
Bila dikorelasikan dari sudut pandang ke-Acehan, khususnya mentelaah hadirnya RUU Rahasia Negara akan menutup peluang dalam penuntasan (penyelesaian) terhadap kasus-kasus pelanggaran HAM yang terjadi ketika konflik mendera Aceh kurang lebih 32 tahun kebelakang. Ini menutup peluang bagi korban konflik menuntut keadilan hukum bagi aktor atau pelaku pelanggaran HAM. Dampak bagi Aceh lainnya yaitu : menghambat proses pembentukan KKR di Aceh, karena dalam proses menjalankan KKR ada beberapa tahap pertama pengungkapan kebenaran, kedua resparasi, dan ketiga rekonsiliasi. Pada proses pengungkapan kebenaran akan terganjal bila RUU Rahasia Negara jadi diberlakukan.
Benturan dengan Perundang-undangan
Merujuk kepada pengaturan UUD 1945 pasal 28 F : Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia dan pasal 28 J ayat 2 : Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis.
Berdasarkan penjelasan dari pasal tersebut, menurut penulis pembatasan melalui UU hanya dapat dilakukan dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis. Dengan demikian, pembatasan lebih ditujukan untuk menghormati kebebasan orang lain. “Negara” hanya mungkin melakukan pembatasan dengan alasan “keamanan” tetapi ini hanya menjadi sebagian “kecil” dari alasan yang ada dalam UUD 1945.
Ditambah lagi pasal 5 UU No 10/2004 tentang asas pembentukan peraturan Perundang-undang yang baik meliputi : a. kejelasan tujuan, b. kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat; c. Kesesuaian antara jenis dan materi muatan; d. Dapat dilaksanakan; e. Kedayagunaan dan kehasilgunaan; f. Kejelasan rumusan; dan g. Keterbukaan.
Bila dibenturkan dengan UU No 10 tahun 2004, jelas dalam RUU Rahasia Negara tidak mengakomondir kejelasan tujuan dan kejelasan rumusan. Hal itu diperkuat dari UU Pers dan UU KIP. Timbul pertanyaan dibenak penulis, apakah selalu pembuatan UU di Indonesia berbenturan dengan perundang-undangan lainnya. Idealnya pembuatan undang-undang memperhatikan tiga (3) aspek dalam pembuatannya pertama filosofi, sosiologis, dan yuridisnya. Lagi-lagi muncul pertanyaan mendasar apakah RUU Rahasia Negara memperhatikan 3 aspek tersebut, dalam proses pembuatannya.
Terakhir penutup tulisan ini, penulis ingin memberikan saran kepada pemangku kebijakan agar pengesahan RUU Rahasia Negara ditunda di DPR, kalau pun ingin tetap di sahkan jangan sampai berbenturan atau kontrakdiktif dengan UU lainnya. Tentunya untuk itu, dilakukan pengkajian kembali secara komprehensif. Yang lebih penting dalam pembuatan RUU Rahasia Negara harus melibatkan stakeholder secara holistik. Pada paragraf pembuka dari tulisan penulis juga memberikan tawaran solusi berkaitan mengatasi masalah kerahasian negara, dimana seharusnya langkah bijaksana Pemerintah berupa peningkatan kapasitas, teknologi, dan sumber daya pendukung sistem kerahasiaan negara.[]

Redaksi
Redaksihttp://www.acehkita.com
ACEHKITA.COM hadir sejak 19 Juli 2003. Kami bisa dihubungi via @acehkita, redaksi[at]acehkita[dot]com

Baca Tulisan Lainnya

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Stay Connected

0FansLike
21,903FollowersFollow
24,500SubscribersSubscribe
- Advertisement -

TERBARU