Maulid di Pulo Aceh. | FOTO: Radzie/ACEHKITA.COM

FAISAL sibuk mengatur sejumlah undangan yang mulai menyesaki Meunasah Gampong Pupu, Kecamatan Ulim, Pidie Jaya. Mereka dipersilakan duduk melingkar di tikar dan membiarkan bagian tengahnya kosong, untuk diisi idang.

“Di sini masih kosong, bisa untuk satu orang lagi,” kata Ketua Pemuda Gampong Pupu itu menunjuk ruang renggang dekat tangga, mempersilakan tamu yang belum kebagian tempat duduk.

Minggu 10 Februari 2013 itu, meunasah yang terletak di sisi jalan nasional Banda Aceh-Medan ini terlihat ramai dan cantik, dihiasi gaba-gaba warna-warni. Di samping meunasah, sebagian warga memasak gulai kari kambing dalam kuali besar untuk disantap bersama para tamu. Sebuah hajatan besar memperingati Maulid Nabi Muhammad 1434 Hijriah digelar di meunasah ini.

Maulid adalah tradisi yang dilakoni secara turun temurun warga setempat. Jauh hari, warga sudah menyiapkannya secara matang. Biasanya, menjelang masuknya 12 Rabiul Awal, tanggal kelahiran Nabi Muhammad saw, warga bermusyawarah di meunasah untuk menentukan tanggal dan teknis perayaan maulid.

Bila tanggalnya sudah ditentukan, tiap keluarga langsung menyiapkan pelbagai kebutuhan seperti ayam, itik, beras dan lainnya untuk keperluan maulid. Jika kaum perempuan bertanggungjawab menyiapkan segala sajian mulod di setiap rumah, kaum pria mengambil peran menyukseskan hajatan ini di meunasah, termasuk menggelar gotong royong membersihkan lingkungan menjelang hari H.

Kemeriahan mulai terlihat beberapa hari sebelum hari H. Para pemuda gampong yang mengambil peran lebih dalam kegiatan ini, secara suka rela menghias meunasah dengan pelbagai umbul-umbul.

Di rumah-rumah, kaum perempuan sibuk memasak aneka lauk pauk dan kue-kue untuk disajikan esoknya. Lauk yang dimasak umumnya terdiri atas daging ayam dan itik piaraannnya, yang diolah dengan bumbu rempah-rempah yang sangat menggugah selera. Menu itu untuk dibawa ke meunasah dan juga sebagai bahan sajian bagi undangan di rumah sendiri.

Salah satu menu yang tak ketinggalan adalah sie puteh, daging lumuran sedikit kuah kental yang dimasak dengan pelbagai rempah pilihan dan santan, tanpa kunyit dan cabai. Namun rasa pedasnya tetap terasa dari resapan merica. Sie puteh termasuk salah satu menu wajib saat maulid dan meugang di Kabupaten Pidie dan Pidie Jaya.

“Tidak ada sie puteh seakan belum lengkap,” ujar Suryani (43), seorang ibu rumah tangga di Gampong Meunasah Pupu.

Pada hari H, sedari pagi kesibukan terlihat di rumah-rumah. Kaum perempuan menyiapkan pelbagai menu tadi untuk dibawa ke meunasah. Nasi putih dibungkus dengan daun pisang yang sudah dipanaskan di atas api, berbentuk piramida atau biasa disebut bu kulah. Aroma daun pisang menambah cita rasa bu kulah.

Maulid di Pulo Aceh. | Radzie/ACEHKITA.COM
Maulid di Pulo Aceh. | Radzie/ACEHKITA.COM

Aneka lauk pauk sendiri dimasukkan ke dalam piring-piring kecil, kemudian diletakkan di dalam tabak dan dibungkus dengan kain batik atau kain hias. Bungkusan inilah yag disebut idang. Dalam idang biasanya juga disisipkan kue, kerupuk, dan buah untuk ‘cuci mulut’ warga dan para undangan.

Maulid tanpa zikir barzanji seakan hampa. Di tengah kesibukan menyiapkan idang, alunan puji-pujian dan salawat kepada Nabi Muhammad terus menggema di meunasah yang dibacakan sekelompok santri dari dayah (pesantren) dengan irama-irama syahdu. Sebagian warga menyiapkan gulai kari kambing hasil sumbangan dermawan di dapur umum samping meunasah, untuk disantap bersama-sama.

Siang menjelang, para undangan dari kampung-kampung tertangga mulai berdatangan secara berombongan. Setelah disambut dan dipersilakan naik ke meunasah oleh para tetua kampung. Di meunasah, mereka langsung dilayani panitia yang terdiri atas pemuda-pemuda kampung.

Rombongan yang pertama naik ke meunasah secara bersama-sama melantukan salawat kepada Nabi Muhammad, sebelum menyantap menu dalam idang. Isi idang wajib dihabiskan, agar tak mubazir. Jika tak mampu dihabiskan, panitia menyediakan kantong kresek untuk dibawa pulang.

Selain tamu dari kampung tetangga, panitia juga mengundang anak-anak yatim yang dilayani secara khusus. Selain disajikan makanan, mereka ikut diberi sumbangan dalam bentuk uang.

Geusyik Gampong Meunasah Pupu, Idris, mengatakan, yang disumbangkan kepada anak yatim ini adalah hasil sumbangan dari seluruh warganya. “Kita mewajibakan per kepala keluarga untuk menyumbang minimal Rp5.000, walaupun ada juga yang memberikan lebih. Uang yang terkumpul inilah yang disumbangkan kepada anak yatim,” katanya.

Menurutnya membantu anak yatim adalah bagian dari perilaku Nabi Muhammad yang harus diteladani. “Nabi sendiri juga anak yatim. Membantu anak yatim adalah bagian dari sunnah,” ujar Idris.

Panitia memasang target, begitu masuk waktu salat dhuhur semua tamu sudah selesai terlayani. Jika sudah selesai, sementara ada idang yang masih tersisa, giliran panitia yang menuntaskannya bersama-sama.

Maulid biasanya kurang lengkap kalau tak diisi dengan ceramah agama pada malam hari. Kalau ada ceramah agama, para pemuda punya kerja ekstra yakni menghias podium serta meyiapkan segala teknis acara. Tapi, malam itu tidak ada ceramah maulid di Meunasah Pupu. “Musim hujan dan kondisi ekonomi warga sulit,” kata Faisal.

Memperingati maulid sudah menjadi tradisi bagi masyarakat Aceh untuk mengenang suri tauladan baginda Nabi. Lain kabupaten, lain pula tradisi merayakannya. []

SALMAN MARDIRA (@SalmanMardira)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.