Saturday, April 20, 2024
spot_img

75.000 Rohingya Telah Menyeberangi Bangladesh

COX’S BAZAR | ACEHKITA.COM – Ribuan pengungsi Rohingya masih terus menyeberangi Bangladesh, Minggu (3/9/2017), untuk menyelamatkan diri dari “operasi pembersihan” yang dilancarkan militer Myanmar, sehingga kamp penampungan di perbatasan hampir memenuhi kapasitas yang ada.

Sekitar 75.000 orang Rohingya sudah menyeberangi perbatasan sejak kekerasan terjadi pada 25 Agustus lalu di kawasan Rakhine, kata jurubicara Badan PBB untuk Urusan Pengungsi (UNHCR), Vivian Tan.

“Banyak dari mereka yang tiba di perbatasan dalam kondisi sangat lelah. Bahkan ada yang tidak makan selama beberapa hari. Ada juga yang sangat trauma dengan apa yang telah mereka alami,” katanya.

“Seorang perempuan tiba sendiri setelah mengikuti rombongan pengungsi di seberang perbatasan. Ketika bertemu staf PBB, dia mengatakan suaminya sudah ditembak dan bayinya yang berusia 18 bulan tertinggal berama mertuanya.”

Kekerasan dan eksodus puluhan ribu Muslim itu terjadi setelah para gerilyawan yang menamakan diri Arakan Rohingya Salvation Army (ARSA) menyerang sejumlah pos polisi dan tentara untuk memperjuangkan nasib suku minoritas dari persekusi pasukan keamanan Myanmar di negara mayoritas Budha itu.

Sebagai respon atas serangan dengan senjata seadanya dan banyak menewaskan para gerilyawan, pasukan keamanan Myanmar melancarkan “operasi pembersihan untuk membasmi pemberontak”.

Dalam operasi yang dibantu kelompok ekstrimis Budha, ratusan warga sipil, termasuk perempuan dan anak-anak Rohingya, tewas dibantai dan rumah-rumah seta perkampungan Muslim Rohingya musnah dibakar.

Seorang petugas kemanusiaan menyatakan, Sabtu, bahwa lebih dari 50 pengungsi tiba di perbatasan dengan luka tembak sehingga harus dibawa ke beberapa rumah sakit di Cox’s Bazaar, kota di Bangladesh yang dekat perbatasan Myanmar.

Para pengungsi yang tiba di desa nelayan Shah Porir Dwip, Bangladesh, menyebutkan bom-bom diledakkan dekat rumah mereka dan banyak warga Rohingya yang dibakar hidup-hidup.

Seorang saksi mata berusai 41 tahun mengatakan kepada kelompok pegiat HAM, Fortify Rights bahwa dia menemukan saudaranya dan anggota keluarga lain di sebuah lapangan setelah pasukan keamanan pemerintah menyerang Desa Chut Pyin di Kota Ratheduang.

“Di tubuh mereka terdapat bekas luka tembak dan beberapa luka lain,” katanya. “Dua keponakan saya, kepala mereka terpotong, berusia enam tahun dan yang lain berusia sembilan tahun. Kakak iparku juga ditembak dengan pistol.”

Warga Rohingya lain berusia 27 yang selamat dari desa itu mengatakan kepada relawan Fortify Rights, “Beberapa orang dipenggal kepalanya dan banyak yang dipotong.”

Otoritas Myanmar menyebutkan sekitar 400 orang, mayoritas gerilyawan, sudah tewas dalam sepekan terakhir. Tetapi, para relawan kemanusian menyebutkan sebagian besar yang tewas adalah warga sipil, termasuk perempuan dan anak-anak, dan jumlahnya diperkirakan mencapai ribuan orang.

Pekerja kemanusiaan menyatakan, sebagian besar pengungsi memerlukan perhatian medis segera karena menderita penyakit pernafasan, infeksi dan kekurangan gizi, sementara fasilitas medis di perbatasan tidak cukup untuk mengatasi arus masuk. Lebih banyak bantuan dan paramedis dibutuhkan, kata seorang relawan kemanusiaan.

“Kami melarikan diri ke Bangladesh untuk menyelamatkan diri,” tutur seorang pria yang mengaku bernama Karim. “Militer dan ekstrimis Rakhine membakar kami, membakar kami, membunuh kami, membakar desa-desa kami.”

Menurutnya, dia harus membayar 12.000 taka (Bangladesh) atau sekitar Rp2.000.000 untuk setiap anggota keluarganya agar bisa diseludupkan dengan boat kayu ke Bangladesh setelah tentara Myanmar membantai 110 warga Rohingya di Desa Kunnapara, dekat Maungdaw, Sabtu kemarin.

“Tentara menghancurkan semuanya. Setelah membunuh warga Rohingya, mereka membakar rumah-rumah dan toko-toko mereka,” kata Karim.

Human Right Watch (HRW), lembaga pegiat HAM berbasis di New York, AS, dalam pernyataannya, 29 Agustus lalu, menyatakan ratusan bangunan telah dihancurkan di belasan wilayah Rakhine sejak 25 Agustus lalu.

“Data satelit baru ini seharusnya menimbulkan kekhawatiran dan tindakan segera dari donor dan badan-badan PBB untuk mendesak pemerintah Burma (Myanmar) mengungkap sejauh mana kehancuran yang sedang berlangsung di Rakhine,” kata Phil Robertson, Wakil Direktur HRW untuk kawasan Asia.[]

Associated Press/Al-Jazeera/Northern Daily Leader

Redaksi
Redaksihttp://www.acehkita.com
ACEHKITA.COM hadir sejak 19 Juli 2003. Kami bisa dihubungi via @acehkita, redaksi[at]acehkita[dot]com

Baca Tulisan Lainnya

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Stay Connected

0FansLike
21,903FollowersFollow
24,400SubscribersSubscribe
- Advertisement -

TERBARU