Friday, March 29, 2024
spot_img

Taare Zameen Par, Bintang Kecil yang Bersinar

“Jika kamu suka bersaing pelihara saja kuda balap jangan anak-anak, memaksa anak-anakmu menanggung beban untuk semua ambisimu itu, lebih buruk dari pada memperkerjakan mereka dan jika anaknya tidak mampu menanggung baban mereka, Apa mereka mau mengerti? Setiap anak itu berbeda dan cepat atau lambat mereka akan belajar di setiap langkahnya, jari-jari ditangan saja tidak sama panjangnya.” Nikumbh.

Ketakutan, marah, depresi, itulah yang dialami oleh Ishaan Awasthi. Padahal ia masih berusia 9 tahun, namun kehilangan kenakalan masa kecilnya, tertekan dan selalu menjadi bahan ejekan di Sekolah. Idiot, bodoh dan malas hampir semua guru mengatakan hal tersebut kepadanya. Ia dianggap mempunyai nakal dan malas sehingga semua guru angkat tangan, tinggal kelas dan terpaksa dikeluarkan dari sekolah asalnya.

Ayah Ishaan, Nandkishore Awasthi (Vipin Sharma) adalah seorang eksekutif sukses selalu mengharapkan anak-anaknya untuk berprestasi dan sempurna. Ibunya, ibu rumah tangga Maya Awasthi (Tisca Chopra), merasa frustrasi karena ketidakmampuannya mendidik anaknya.

Saudara laki-laki Ishaan, Yohaan (Sachet Engineer), selalu menjadi nomor satu dan selalu gemilang baik dibidang akademi dan olah raga, hanya sibungsu yang bermasalah. Ishaan sangat berbeda dengan abangnya yang selalu juara kelas dan berprestasi. Sang ayah yang keras akhirnya memutuskan mengirimnya kesekolah asrama yang jauh untuk memperbaiki sikap anaknya dengan disiplin yang ketat dan memperbaiki reputasi.

Sekolah di asrama ternyata bukan solusi. Anak itu akhirnya menjadi semakin tertutup, kehilangan kepercayaan diri, berhenti berbicara serta tertekan bahkan ia berhenti melukis yang merupakan hobinya. Ia merasa dibuang oleh orang tuanya dan nyaris bunuh diri. Setiap hari gurunya memberikan hukuman dan ejekan.

Dipertengahan semester ada guru baru bernama Ram Shankar Nikumbh yang mengajar kelas seni. Di kelas ia sering melucu membuat murid-muridnya tertawa namun bingung melihat salah satu anak didikannya hanya tertunduk muram sepanjang mata pelajaran. Nikumbh sebelumnya mengajar disekolah luar biasa bernama Tulip tanpa kesulitan mengetahui bahwa ada yang salah dengannya. Ia mulai mencari penyebab dari buku-buku latihan Ishaan dan menyimpulkan bahwa kekurangan akademisnya menunjukkan adanya gejala disleksia. Ia kemudian bahkan berkunjung kerumah orang tua sang murid.

Taare Zameen Par merupakan film keluarga yang sempurna. Dialog yang menyentuh dan juga kemasan yang menarik. Memotret beberapa hal yang orang tua dan guru lupakan dalam proses perkembangan anak. film ini tidak pernah berhenti menarik hati Anda setiap menitnya. Percakapan Nikumbh dengan orang tua Ishaan menjadi hal yang menarik, bagaimana sang ayah keberatan untuk mengakui bahwa anaknya mengalami masalah untuk mengenal huruf dan angka. Simak saja sedikit dialognya di sini.

“Apa mamfaatnya bisa melukis dan mempunyai imajinasi yang luar biasa atau pemikiran yang tanjam, apa mamfaatnya bagiku? Mau jadi apa dia? Bagaimana dia nantinya bersaing dengan yang lain? Apa aku harus memberinya makan seumur hidupku?,” kata ayah Ishaan.

“Aku mengerti bahwa diluar sana ada dunia yang sangat kejam yang menginginkan kompetisi, dimana setiap orang ingin menjadi juara dan mempunyai pangkat yang tinggi, semua orang ingin nilai yang tinggi, dokter, insinyur dan kalau nilainya rendah maka itu akan memalukan, coba pikirkan setiap anak mempunyai bakat, kemampuan dan mimpi-mimpi yang unik namun tidak semua anak sudah ditarik, jari-jari mereka diregangkan agar semua panjang, silahkan tarik dan teruskan sampai semuanya patah,” jawab guru itu frustasi.

Walaupun berpusat pada tokoh utama yang mempunyai masalah disleksia namun Taare Zameen Par bukan film tentang disleksia juga bukan film tentang penyakit atau kelainan apapun. Ini adalah film tentang orang tua dan anak-anak, tentang tekanan yang sering orang tua berikan pada anak-anak mereka, tentang bagaimana kecendurungan mendorong mereka menjadi produk siap jadi dan terus bersaing daripada mendorong mereka untuk menemukan kekuatan unik mereka sendiri.

Darsheel Safary memerankan tokoh Ishaan dengan baik, mulai dari gerak tubuh, mata hingga dialog yang sempurna. Aamir Khan tidak hanya sukses memerankan tokoh guru yang nyentrik nan jenaka namun ia berhasil sebagai sutradara dan produser untuk film debutnya ini. sebagai sutradara ia menangani tema film ini dengan halus, tangkas dan tepat. Musik yang diisi oleh Shanker, Ehsaan, Loy dan lirik oleh Prasoon Joshi brilian menyatu dengan baik dengan irama film ini. naskah Amole Gupte yang luar biasa dan solid. Penontonya dibuat terpesona hingga akhir. cerita emosional dengan pesan untuk orang tua sehingga terkadang tanpa terasa penonton meneteskan air mata . Tak salah kalau ini menjadi salah satu tontonan terbaik di India tahun 2007.

Film ini bukan hanya tentang anak-anak yang menderita disleksia dan tantangannya, ini juga tentang bagaimana orang tua terbawa oleh dunia persaingan saat ini dan gagal memahami impian anak-anak mereka dan memelihara bakat bawaan mereka. Memberi pesan bahwa setiap anak itu istimewa.

Ada dialog lain yang juga menarik di sini saat suatu hari dengan bangganya ayah Ishaan ke sekolah untuk bertemu dengan guru kesenian ini. ia tak terima dianggap tidak memperhatikan anaknya. “ istriku sudah membaca tentang disleksia diinternet aku mau Anda tahu,” katanya
“Kenapa Anda ingin saya tahu?,” tanya Nikumbh.

“Karena saya tidak dingin dianggap orang tua yang tidak peduli,” jawabnya lagi
“Peduli, itu sangat penting, hal itu memiliki kekuatan, dapat mengobati luka, itulah yang anak inginkan, pelukan, ciuman sayang untuk memperlihatkan bahwa aku peduli, nak aq sayang padamu, jika kamu takut datanglah padaku, jika jika kamu terjatuh dan gagal jangan khawatir karena aq akan selalu bersama mu tentram dan peduli itu yang disebut peduli, benar? Mr Awassti senang mendengar kalau anda pikir anda telah peduli.”

Merasa malu ia buru-buru pulang namun guru itu kembali memanggilnya.
“Apakah istri Anda pernah membaca tentang penduduk pulau solomon di Internet? Disana mereka ingin ambil bagian dalam mengelola hutan bersama, mereka tidak memotong pohon namun berkumpul dibawanya berteriak dengan marah dan kasar sambil mengutuknya lalu beberapa hari kemudian pohon itu layu dan mati.” []

Baca Tulisan Lainnya

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Stay Connected

0FansLike
21,903FollowersFollow
24,400SubscribersSubscribe
- Advertisement -

TERBARU